Likuiditas Kian Ketat, Perbankan Ramai-Ramai Lakukan Revisi Target Bisnis di 2024



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Di tengah tingginya suku bunga acuan, pengetatan likuiditas dan mahalnya biaya dana yang berpotensi menekan kinerja perbankan pada tahun ini, tak ayal sejumlah bank  mulai mempertimbangkan perubahan pada rencana bisnis bank (RBB) di tahun ini.

Di jajaran bank bermodal mini, ada PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) yang berencana melakukan sedikit perubahan rencana bisnis pada tahun 2024.

"Kami memang melakukan revisi target kredit dan DPK lebih kecil dari target awal tapi tidak signifikan, misal target corporate loan turun Rp 229 miliar. Sedangkan untuk target laba tidak ada revisi karena dari awal memang sudah sangat konservatif. Untuk tahun ini perseroan menargetkan pertumbuhan kredit lebih kurang 12% dan DPK lebih kurang 10%," kata Direktur Kepatuhan Bank Oke, Efdinal Alamsyah kepada Kontan.co.id, Senin (19/8).


Dalam mempertahankan pertumbuhan kinerjanya di tahun ini OK Bank menerapkan strategi, seperti melakukan optimalisasi struktur pinjaman dan simpanan, meningkatkan pendapatan non-bunga, menjaga kualitas aset dengan lebih konservatif dalam melakukan proses underwriting kredit, melakukan efisiensi operasional, cross-selling produk dan layanan kepada nasabah yang ada.

Baca Juga: Ada Data SLIK, Bank Bisa Langsung Tolak Pengajuan Kredit Jika Punya Historis Macet

Dalam efisiensi operasional, OK bank berupaya mempercepat transformasi digital untuk mengurangi biaya operasional melalui otomatisasi layanan, melakukan evaluasi  biaya operasional yang tidak penting untuk meningkatkan efisiensi.

Selain itu, Bank Oke bakal melakukan diversifikasi sumber dana dan meningkatkan manajemen kas dan likuiditas untuk memastikan ketersediaan dana dalam kondisi ketat.

Dari sisi kredit, Efdinal menyebut Bank Oke juga melakukan peningkatan kualitas kredit dengan melakukan analisa kredit yang lebih ketat untuk mengurangi kredit macet, serta meningkatkan pencadangan untuk mengantisipasi potensi kerugian akibat kredit macet. 

"Di samping itu, Bank juga melakukan kolaborasi dan kemitraan strategis dengan fintech dan lembaga keuangan lainnya untuk memperluas jangkauan layanan dan produk," ungkapnya.

Berdasarkan laporan keuangannya, OK Bank mencatatkan laba bersih sebesar Rp 17,28 miliar, mengalami lonjakan sebesar 50,92% YoY dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 11,45 miliar.

Penyaluran kredit OK Bank juga menunjukkan peningkatan, naik 2,68% YoY menjadi Rp 8,81 triliun pada semester I-2024, dibandingkan dengan Rp 8,58 triliun pada tahun lalu.

Dari sisi pendanaan, OK Bank berhasil meraih Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 6,36 triliun pada semester I-2024, meningkat 4,95% yoy dari Rp 6,06 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Sementara  Henky Suryaputra, Finance and Business Planning Director Bank Sampoerna juga membenarkan terdapat banyak tantangan di tahun ini dan kemungkinan akan tetap demikian hingga akhir tahun.

"Walau demikian, memperhatikan masih besarnya kebutuhan akan pendanaan, khususnya kebutuhan pendanaan UMKM, kami tidak merevisi target penyaluran kredit. Target kredit di 2024 tetap bisa tumbuh di 10%-15%. Di sisi lain, memperhatikan volatilitas kondisi ekonomi, Bank Sampoerna meningkatkan target akumulasi DPK agar lebih siap menghadapi berbagai tantangan termasuk kemungkinan perubahan kondisi likuiditas dengan cepat," ungkap Henky.

Baca Juga: Penyaluran Kredit UMKM Bank Raya Capai Rp 2 Triliun Per Juni 2024

Lebih lanjut Henky mengatakan, dengan memperhatikan kebutuhan akan pendanaan yang masih cukup besar, khususnya dari segmen yang selama ini belum terlayani kebutuhan pendanaannya, untuk itu Bank Sampoerna akan terus berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk fintech, multifinance, koperasi, dan sebagainya, untuk memberikan pembiayaan ke pihak yang belum terpenuhi kebutuhan pembiayaannya.

Dalam menggenjot kinerja bisnisnya di tahun ini,Bank Sampoerna juga bekerja sama dengan berbagai pihak yang bertindak sebagai agen Bank Sampoerna dalam memasarkan produk pinjaman yang cocok bagi UMKM, yang fleksibel dalam penarikan dan pembayaran pinjaman, juga fleksibel dalam bentuk jaminan dan pemenuhan kebutuhan administratifnya.

Berdasarkan laporan keuangannya, Bank Sampoerna mencatatkan laba bersih sebesar Rp 40,1 miliar pada semester I-2024, naik  48% YoY dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 27,1 miliar.

Dari sisi penyaluran kredit, Bank Sampoerna telah menyalurkan kredit sebesar Rp 12,3 triliun, meningkat 13,5% dibandingkan total kredit pada satu tahun sebelumnya sebesar Rp 10,9 triliun.

Per akhir Juni 2024, DPK di Bank Sampoerna juga meningkat sebesar Rp 1,8 triliun atau 14,3% menjadi Rp 14,3 triliun. 

Setali tiga uang, PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS) juga membenarkan adanya tantangan pengetatan likuiditas yang disebabkan kenaikan suku bunga acuan.

Direktur Utama Bank Maspion, Kasemsri Charoensiddhi, mengatakan, hal tersebut berimbas kepada bank dimana pihaknya harus menyesuaikan tingkat suku bunga yang dapat bersaing di pasar dalam menghimpun dana pihak ketiga (DPK), sebagai upaya agar dapat mempertahankan likuiditas yang sehat.

Kasemsri menyebut, salah satu strategi Bank Maspion untuk meningkatkan daya saing bank terutama dalam hal penghimpunan dana pihak ketiga adalah dengan melanjutkan produk-produk tabungan jangka panjang, kerjasama dengan berbagai mitra baru, serta meluncurkan aplikasi mobile banking baru, yaitu New MEB. 

"Melalui New MEB, Bank Maspion menyajikan layanan perbankan digital dengan desain antarmuka (interface) yang disesuaikan dengan kebutuhan nasabah serta beragam fitur baru seperti pembukaan rekening baru dan login dengan menggunakan biometric," ungkapnya.

Dari sisi kredit, Bank Maspion akan menyasar segmen komersial, dan korporasi, baik pembiayaan proyek maupun kredit sindikasi. Hal ini disebut tidak terlepas dari kolaborasinya bersama KBank Group yang memfasilitasi hubungan bisnis dengan seluruh Kawasan ASEAN.

Baca Juga: Per Juni 2024, Komposisi Pembiayaan UMKM Amar Bank Capai 51% dari Total Kredit

Berdasarkan laporan keuangannya, BMAS mencatatkan kinerja positif, dengan perolehan Laba bersih sebesar Rp 50,37 miliar pada semester I-2024. Jumlah ini naik 17,36% yoy dari periode tahun lalu yang sebesar Rp 42,92 miliar. 

Dari sisi intermediasi, Bank Maspion telah menyalurkan kredit sebesar Rp 15,17 triliun pada semester I-2024, naik 44,75% yoy dari periode tahun lalu yang sebesar Rp 10,48 triliun.

Dari sisi pendanaan, Bank Maspion meraup DPK sebesar Rp 12,05 triliun  pada semester I-2024, naik 1,26% yoy dari periode tahun lalu yang sebesar Rp 11,90 triliun.

Di jajaran bank besar ada PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang mengungkapkan bahwa ada perubahan target pertumbuhan kredit. Menariknya, bank berkode emiten BMRI ini justru optimistis pertumbuhan kredit bisa lebih tinggi dari target awal.

Awalnya, Bank Mandiri menargetkan pertumbuhan kredit di 2024 ada di kisaran 13% hingga 15%. Namun, sejalan dengan pertumbuhan kredit Bank Mandiri yang per Juni 2024 ini sudah tumbuh 20,46% YoY, maka target pertumbuhan kredit tahun 2024 kini dinaikkan menjadi 16% hingga 18%.

Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengungkapkan bahwa revisi tersebut dilakukan sesuai dengan momentum kredit yang sedang bagus-bagusnya. Terlebih, kredit korporasi yang memang menjadi andalan Bank Mandiri selama ini.

“Pertumbuhan kredit kita didorong oleh segmen wholesale yang tumbuh 27% YoY di tengah demand yang masih baik dari nasabah segmen ini,” ujar Darmawan.

Di sisi lain, Darmawan juga melihat kredit ritel turut mampu menopang pertumbuhan hingga akhir tahun ini. Sebab, kinerja kredit ritel Bank Mandiri juga memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dari industri.

Darmawan bilang, pertumbuhan kredit ritel Bank Mandiri di periode enam bulan pertama tahun ini sekitar 10,8% YoY. Ia menyebutkan, pertumbuhan tersebut lebih baik dari kredit ritel secara industri yang tumbuh 8,6% YoY.

“Strategi pertumbuhan di segmen retail dilakukan dengan pendekatan ekosistem, serta melalui sektor unggulan di masing-masing wilayah, melalui distribusi channel kami, baik itu cabang maupun platform digital,” ujar Darmawan.

Selanjutnya ada PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) yang merevisi target bisnisnya dengan mengubah target pertumbuhan labanya. BTN tampak mengubah target pertumbuhan laba yang bisa dicapai pada akhir tahun 2024 yang sebelumnya ada di kisaran 10% hingga 11%. Tak main-main, BTN merevisi pertumbuhan labanya di tahun ini hanya tumbuh sekitar 1%.

Baca Juga: Potensi KPR Hijau Masih Kecil, Analis Soroti Supply dan Demand

Memang, revisi pertumbuhan tersebut tampaknya memang cukup beralasan. Mengingat, bank yang fokus pada kredit properti menutup semester I-2024 dengan pertumbuhan laba 1,9% YoY menjadi Rp 1,5 triliun.

Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu membenarkan bahwa revisi target tersebut merupakan langkah konservatif yang dilakukan oleh BTN. Menurutnya, saat ini yang diperlukan adalah realistis sesuai dengan kondisi yang ada.

“Saya mendingan turunkan tapi saya bisa deliver daripada saya janji tapi saya enggak bisa deliver,” ujar Nixon.

Ia bilang saat ini tantangan yang dimiliki di BTN adalah terkait cost of fund yang tinggi. Ini sejalan dengan suku bunga acuan yang tinggi dan tak sesuai prediksi awal tahun yang diprediksi bakal turun di separuh pertama 2024.

Sebagai gambaran, cost of fund BTN per Juni 2024 berada di level 4,1%. Pencapaian tersebut lebih tinggi dari posisi Juni 2023 dan Desember 2023 yang masing-masing di level 3,6% dan 3,7%.

“Berita positifnya, Cost of Fund di BTN dalam dua bulan terakhir sudah turun tapi memang turunnya belum terlalu besar,” ujarnya.

Adapun, langkah yang dilakukan BTN untuk menekan cost of fund adalah melakukan restrukturisasi pengelolaan pendanaan. Ini dilakukan sembari menunggu suku bunga acuan yang diperkirakan bisa turun di akhir tahun 2024. “Pendanaan yang besar-besar itu kita turunin karena itu mahal,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari