KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laju pertumbuhan kredit perbankan di separuh pertama tahun ini telah menjadi perhatian. Berbagai insentif tambahan diberikan guna mendorong pertumbuhan kredit yang lebih kencang. Misalnya, Bank Indonesia (BI) yang bakal meningkatkan insentif likuiditas makroprudensial dari yang semula paling tinggi 2,8% menjadi 4% dari dana pihak ketiga (DPK) mulai 1 Oktober 2023. Insentif likuiditas makroprudensial tersebut difokuskan untuk pembiayaan atau kredit perbankan ke sektor-sektor prioritas,
Implementasi kebijakan itu dilakukan melalui pengurangan giro di Bank Indonesia dalam rangka pemenuhan GWM dalam Rupiah yang wajib dipenuhi secara rata-rata. Di mana, tambahan insentif likuiditas tersebut bisa mencapai Rp 47,9 triliun.
Baca Juga: BI Ramal Ekonomi Indonesia Triwulan II 2023 Tumbuh Lebih Baik Sebagai informasi, tambahan likuiditas insentif tersebut diberikan BI saat kondisi Likuiditas perbankan masih longgar. Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat tinggi, yakni 26,73% pada Juni 2023. Melihat kebijakan tersebut, Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk (
BNGA) Lani Darmawan bilang masih menyambut baik kebijakan tersebut dan dinilai masih ada manfaatnya. Meskipun, saat ini BNGA juga memiliki likuiditas yang longgar. “Likuiditas masih cukup longgar tapi mahal,” ujar Lani, akhir pekan kemarin. Oleh karena itu, Lani menambahkan dengan adanya pengurangan giro di GWM ini bisa meringankan bank dalam hal cost of fund. Ia mlihat jika cosf of fund lebih ringan, bisa saja meringankan juga untuk bunga kreditnya. Sebagai informasi, pada periode semester pertama tahun 2023, BNGA mencatat rasio dana murah (CASA Ratio) berada di level 64,3%. Angka tersebut sedikit turun dari periode sama tahun lalu yang berada di level 65,7%. “Untuk kami bisa dipakai untuk mensupport kredit,” ujarnya.
Baca Juga: Jaga Inflasi Terkendali, BI Tahan Suku Bunga Acuan di Level 5,75% Sementara itu, Direktur Bank Jago Sonny Christian Joseph hanya bilang bahwa pihaknya masih
wait and see dalam merespon terkait kebijakan tersebut. Ia hanya bilang kalau pihaknya telah menyampaikan pendapatnya dalam pertemuan dengan BI dalam beberapa waktu lalu. Sonny hanya bilang saat ini posisi likuiditas Bank Jago masih longgar dan ia menilai itu juga terjadi di beberapa bank. Mengingat, pertumbuhan kredit industri perbankan juga masih rendah, di Juni 2023 hanya 7,76%. “Tapi kita masih optimis kredit di semester dua lebih tinggi hanya challengenya itu ya over likuiditas,” ujarnya Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae melihat, insentif kebijakan tersebut ada manfaatnya untuk mendorong pembiayaan ke sektor-sektor yang menjadi prioritas. Tak hanya itu, insentif likuiditas tersebut bisa untuk berjaga-jaga apabila permintaan kredit terus meningkat. Sebab, perbankan masih optimistis terkait penyaluran kredit di sisa tahun ini seperti tertuang dalam rencana bisnis mereka. “Ya tergantung peningkatannya setinggi apa, tapi kalau sekadar memenuhi target bank itu sudah terukur bank, dan likuiditas bank secara keseluruhan masih ample,” ujar Dian kepada KONTAN, akhir pekan lalu.
Baca Juga: Menjaga Ekonomi RI di Tengah Gonjang-Ganjing Ekonomi Global Terkait kebijakan tersebut, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai ini hanya salah satu alternatif stimulus yang dapat diberikan BI untuk membantu peningkatan penyaluran kredit. Hanya saja, itu akan dikembalikan lagi ke tiap bank untuk memanfaatkan insentif ini atau tidak. Ia bilang bila dirasa bank masih cukup berisiko maka tentunya bank akan tetap hati-hati menyalurkan kredit. “Akan menempatkan dana di BI dalam bentuk SBI atau produk berisiko rendah lainnya,” ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto