Likuiditas Longgar, Penurunan Suku Bunga Kredit Bank Masih Akan Berlanjut



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi likuiditas yang longgar, membuat suku bunga kredit terus menurun selama dua tahun terakhir. Bank Indonesia (BI) bahkan memproyeksikan tren penurunan tersebut akan terus berlanjut. 

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyebut, likuiditas perbankan per November 2021 sangat longgar. Hal ini tercermin dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai 34,24% serta DPK tumbuh 10,37% yoy. 

"Likuiditas ekonomi juga meningkat karena pertumbuhan uang beredar didukung oleh peningkatan kredit perbankan dan ekspansi fiskal," kata Perry, Kamis (16/12). 

Baca Juga: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi di Bulan November 2021 Tak Sekencang Bulan Sebelumnya

Di pasar kredit, misalnya, penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan terus berlanjut, diikuti penurunan suku bunga kredit baru pada seluruh kelompok bank, kecuali Bank Pembangunan Daerah (BPD). Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) overnight dan suku bunga deposito 1 bulan perbankan telah menurun, masing-masing sebesar 25 bps dan 145 bps sejak November 2020 menjadi 2,79% dan 3,05% pada November 2021. 

Selain itu, menurut Perry, aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong perbaikan persepsi risiko perbankan, sehingga berdampak positif bagi penurunan suku bunga kredit baru. 

Namun demikian, penurunan suku bunga kredit yang jauh lebih rendah daripada penurunan suku bunga deposito perbankan menyebabkan spread antara suku bunga kredit dan deposito tersebut terus melebar dan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan terus mengalami peningkatan. 

"Oleh sebab itu, BI memandang bahwa ruang bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit masih cukup lebar," terang Perry. 

Baca Juga: Belanja Daring Meningkat Pesat, Transaksi Elektronik Capai Rp 31,3 Triliun

Namun sejumlah bank masih meninjau penurunan bunga kredit dari berbagai aspek. Bank BRI misalnya, masih meninjau secara berkala dan membuka ruang penurunan suku bunga kredit di 2022. 

Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto, menilai penurunan suku bunga tersebut bukan satu - satunya variabel untuk meningkatkan pertumbuhan kredit nasional. Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat. 

"Oleh karenanya, BRI berkomitmen untuk terus menjadi mitra utama pemerintah dalam kaitannya penyaluran bantuan dan stimulus," terang Aestika. 

Melalui strategi tersebut, pihaknya berharap konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat mampu mengerek pertumbuhan kredit nasional. BRI menargetkan pertumbuhan kredit sekitar 8%-10% yoy di 2022. 

Agak berbeda, Bank Ina justru masih menunggu kebijakan lanjut dari BI untuk menurunkan suku bunga kredit. "BI akan lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi dan tentunya juga tidak ada penurunan suku bunga. Oleh karena itu, kami hanya mengikuti kebijakan BI-7 Days Reserve Repo Rate (BI7DRR)," ungkap Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahaju.

Baca Juga: Transaksi di ATM Sejumlah Bank Turun, Ini Penyebabnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati