Likuiditas masih berlimpah, penyerapan SBN ritel tahun depan masih akan tinggi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menyambut tahun 2022, pemerintah memasang target penerbitan SBN ritel sebesar Rp 100 triliun. Target ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan target maupun realisasi penerbitan SBN ritel pada tahun lalu. 

Dalam Media Briefing Strategi Pembiayaan APBN Tahun 2022, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, realisasi penerbitan SBN ritel 2021 mencapai Rp 97,21 triliun, yang terdiri dari 6 seri SBN ritel. Nominal penerbitan tersebut melonjak dibandingkan dengan Rp 76,78 triliun pada 2020. 

Bila dilihat secara porsinya, penerbitan SBN ritel 2021 ini sudah melebihi target dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Outlook 2021 ini porsinya sekitar 8 persen, sementara target dalam APBN porsi SBN ritel hanya 4%-6% atau sekitar Rp70 triliun-Rp 80 triliun. 


Baca Juga: Meski penyaluran kredit diramal naik, bank tetap setor dana di SBN pada tahun depan

Sementara pada tahun depan, pemerintah kembali menargetkan SBN hingga Rp100 triliun dari 6 seri SBN ritel plus 1 seri sukuk wakaf (CWLS). Rencananya, seri SBN ritel yang lebih banyak diterbitkan adalah yang bersifat tradable, yaitu Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Sukuk Ritel (SR) masing-masing 2 seri. Sedangkan seri Savings Bond Ritel dan Sukuk Tabungan yang tidak bisa diperdagangkan akan diterbitkan masing-masing 1 seri.

Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C Permana meyakini, prospek SBN ritel ke depan masih akan tetap menarik. Oleh sebab itu, target pemerintah yang sebesar Rp 100 triliun masih akan dapat tercapai. Dari sisi penyerapan, juga diyakini tidak akan jadi masalah.

Menurutnya, kekhawatiran akan likuiditas yang berkurang justru cenderung urung terjadi. Dengan pemulihan ekonomi yang diharapkan lebih baik, maka daya beli masyarakat diekspektasikan akan membaik. Setelah mengenal dunia investasi, dengan disposable income yang lebih tinggi, seharusnya masyarakat justru punya uang lebih banyak untuk diinvestasikan.

“Jadi, pada tahun depan likuiditas masyarakat kemungkinan masih akan longgar. Belum lagi, suku bunga deposito masih akan cenderung rendah karena kenaikan suku bunga acuan baru akan terjadi di semester II-2022,” ujar Fikri kepada Kontan.co.id, Selasa (14/12).

Baca Juga: Penurunan supply SBN tahun depan diperkirakan tidak akan berdampak signifikan

Lebih lanjut, faktor lain yang membuat SBN ritel masih akan jadi incaran para investor adalah beban pajaknya yang rendah. Adapun, pada tahun ini, pemerintah telah menurunkan pajak obligasi dari 15% menjadi 10%. 

Oleh sebab itu, Fikri meyakini, SBN ritel masih jadi instrumen yang paling menarik jika dibandingkan dengan instrumen yang sejenis. Jika dibandingkan dengan deposito, SBN ritel masih lebih unggul baik dari pajak maupun return. Dari sisi yield, ia meyakini SBN ritel masih akan atraktif dan kompetitif. 

“Apalagi, SBN ritel ini punya pertumbuhan minat yang sangat besar pada 2021, dengan momentum tersebut, likuiditas yang masih akan berlimpah, dan yield yang masih akan kompetitif, pemerintah seharusnya tidak akan kesulitan mencari pembeli SBN ritel,” imbuhnya.

Terkait penerbitan SBN ritel pada tahun depan, Luky menggarisbawahi pemerintah akan mengedepankan prinsip fleksibel, oportunistik, dan prudent. Fleksibel maksudnya sumber dan nominal pembiayaan bisa berubah untuk mencapai target, sementara oportunistik maksudnya merealisasikan penerbitan lebih besar saat kondisi pasar memungkinkan. Adapun prudent menunjukkan sifat kehati-hatian dan memperhitungkan risiko.

Baca Juga: Target penerbitan SBN 2022 lebih rendah, pasar SBN dinilai tetap prospektif

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati