Likuiditas Seret, Multifinance Susah Cari Pinjaman



JAKARTA. Minimnya likuiditas rupiah dan valuta asing (valas) di perbankan turut memberikan dampak kepada perusahaan pembiayaan alias multifinance. Salah satu dampaknya yaitu, perusahaan multifinance akan semakin sulit untuk mencari sumber pendanaan dari dalam dan luar negeri.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Dennis Firmansjah mengatakan, ada kesulitan dari multifinance untuk mendapatkan komitmen pendanaan. "Kalaupun ada, likuiditasnya terbatas dan bunganya cukup tinggi," ujarnya.

Saat ini, menurut Dennis, bunga yang ditawarkan dari perbankan dalam dan luar negeri mulai merangkak naik sejak Agustus lalu. Jika tadinya bunga pinjaman untuk rupiah berkisar antara 11% sampai 12%, maka terjadi kenaikan menjadi 15% sampai 16%. Sedangkan untuk pinjaman dalam bentuk valas, bunga juga ikut naik dari yang tadinya sekitar 4% menjadi 6%-7%.


Dampak dari kondisi tersebut sudah mulai dirasakan oleh multifinance terutama dari sumber pendanaan dari luar negeri. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pinjaman yang diterima multifinance dari perbankan luar negeri terus mengalami penurunan sejak Juni 2008. Posisi akhir Mei 2008, pinjaman perbankan luar negeri untuk multifinance berada pada posisi Rp 31,7 triliun. Kemudian, pada akhir Juni 2008, pinjaman dari luar negeri mengalami penurunan menjadi Rp 31,5 triliun per akhir Juni 2008. Demikian pula pada bulan Juli yang turun menjadi Rp 31,4 triliun.

Kesulitan mendapatkan sumber pendanaan membuat multifinance harus ikut mengerem volume kreditnya. "Oleh karena itu, tahun ini rasanya pengucuran kredit hanya akan naik 10% sampai 15%," tambahnya. Sedangkan untuk tahun 2009, Dennis belum mau memberikan prediksi berapa pertumbuhan penyaluran kredit.

Dengan terjadinya kekeringan likuiditas, Dennis mengatakan, multifinance lebih banyak mengandalkan dana internal sebagai sumber pendanaan. Oleh sebab itu, perusahaan multifinance melakukan beberapa strategi khusus agar dapat bertahan di situasi sulit seperti saat ini. Beberapa diantaranya yakni mendorong kolektibilitas dan cukup berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya.

Ikin Solihin, Head of Finance and Accounting PT Intan Baruprana Finance (IBF), mengakui memang ada kesulitan untuk mendapatkan pinjaman karena kekeringan likuiditas. "Tapi kami sudah mengantongi komitmen kredit berbentuk valas dan rupiah sekitar Rp 200 miliar yang belum terpakai. Jadi sampai akhir kuartal pertama tahun depan, kami aman," tambah Ikin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie