Likuiditas transaksi BEI masih timpang



JAKARTA. Likuiditas pasar modal lokal masih terbilang rendah. Ada lebih dari 500 saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Tapi, hanya sebagian kecil saham yang memiliki nilai transaksi harian di atas Rp 10 miliar. Dari 540 saham, hanya 20% atau kurang lebih 115 saham yang memiliki nilai transaksi harian di atas Rp 10 miliar.

"Idealnya, di bursa ada 80% saham yang likuid," kata Susi Meilina, Ketua Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI), Kamis (15/12).

Susi bilang, mayoritas saham dengan likuiditas tinggi berasal dari indeks LQ45. Misalnya saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Secara year to date hingga 9 Desember, rata-rata nilai transaksi harian BBCA mencapai Rp 1,11 triliun.


Lalu ada saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) yang transaksi hariannya sekitar Rp 476,71 miliar. Sementara transaksi harian rata-rata saham PT Astra International Tbk (ASII) sekitar Rp 362,78 miliar. Contoh lain, rata-rata transaksi harian PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) Rp 94,06 miliar.

PT Hanson International Tbk (MYRX), yang belakangan sering menjadi top volume di BEI, memiliki rata-rata transaksi Rp 197,52 miliar.

Menurut Susi, kurang idealnya likuiditas ini salah satunya karena jumlah investor lokal yang masih minim. Angka 500.000 investor memang sudah tercapai. Tapi, dari jumlah tersebut, tidak lebih dari 100.000 investor yang merupakan investor aktif.

Bandingkan dengan Korea Selatan yang 75% penduduknya sudah menjadi investor. Sedang di Malaysia, sekitar 30% penduduk merupakan investor. Susi bilang, masih jauh untuk menyamai level dua negara tersebut.

Tapi investor aktif seharusnya bisa bertambah melebihi 100.000 atau bahkan mendekati 500.000 investor. Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia Nicky Hogan mengamini hal ini. Menurut dia, selain minimnya jumlah investor saham di BEI, investor yang aktif juga kurang dari separuh total investor.

Oleh sebab itu, BEI berupaya meningkatkan jumlah investor aktif. "Di samping menambah jumlah investor juga," ujarnya.

BEI menargetkan bakal ada 100.000 investor baru tahun depan, naik 20% dari saat ini. BEI juga akan mendorong pelaksanan relaksasi transaksi margin tahun ini. Dengan meningkatnya jumlah saham dalam daftar transaksi margin, jumlah saham yang likuid juga berpotensi meningkat.

Susi melanjutkan, ada sejumlah hal yang memicu rendahnya likuiditas. Pertama, soal literasi masyarakat atas produk keuangan, khususnya pasar modal. Kedua, kualitas emiten. Kadang, kualitas fundamental emiten yang tercatat di BEI tidak sesuai dengan kondisi riil. Sehingga, ketika ada investor masuk, ia kesulitan untuk menjualnya kembali.

"Ini yang bikin investor kapok, apalagi bagi mereka yang merupakan investor baru," jelas Susi.

Direktur Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul bilang, rata-rata Rp 10 miliar itu umumnya jumlah minimal investor asing ketika membeli sebuah saham di bursa lokal. Masalahnya, saham yang mereka koleksi terbatas pada saham yang itu-itu saja.

"Karena bagi investor asing yang memiliki horizon jangka pendek, mereka lebih memilih saham dengan fundamental yang lebih pasti," ungkap Jemmy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie