KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi likuiditas dalam valuta asing (valas) di industri perbankan mulai mengetat. Hal ini terlihat dari melemahnya pertumbuhan sumber pendanaan dana pihak ketiga (DPK) valas selama lima bulan berturut-turut. DPK valas terus menyusut sejak bulan Juni 2024, sejalan dengan total nilai simpanan valas yang juga menurun. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) per September 2024, pertumbuhan DPK valas hanya sebesar 10,60% secara tahunan atau
year on year (YoY) dengan nilai simpanan Rp 1.279,5 triliun. Jumlah tersebut menyusut dibandingkan DPK valas per Mei yang sebesar Rp 1.341,1 triliun, atau tumbuh 19,70% YoY. Pelemahan sumber dana valas tersebut sejalan dengan tren pelemahan sumber DPK secara total industri perbankan.
Di sisi lain kredit valas perbankan mengalami pertumbuhan secara tahunan, dari Rp 994 triliun, naik 10,31% YoY menjadi Rp 1.096,5 triliun per September 2024
Baca Juga: Trump 2.0 dan Mitigasi Kebijakan Moneter Ambil contoh PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) yang baru-baru ini melakukan fasilitas pinjaman dana sebesar US$ 600 juta dari enam bank asing untuk mendukung pembiayaan kembali pinjaman serta kebutuhan pendanaan umum perusahaan. Langkah ini menjadi bagian dari upaya BNI untuk memperkuat posisi keuangan dan memperluas kapasitas pendanaannya di tengah persaingan global yang semakin ketat. Meski begitu Corporate Secretary BNI, Okki Rushartomo Budiprabowo menyatakan, kondisi likuditas valas dalam mata uang dolar AS di BNI saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan aset dan pinjaman jatuh tempo sampai akhir 2024. "Likuditas tersebut didukung oleh DPK dan pendanaan non-DPK. Untuk non-DPK seperti yang sudah dilakukan melalui Penerbitan
green bond senilai US$ 500 juta pada semester I-2024 dan tambahan US$ 600 juta di bulan November ini melalui pinjaman dari enam Global Banks (Club Loan)," ungkap Okki kepada Kontan.co.id, Kamis (14/11).
Baca Juga: Dapat Fasilitas Pinjaman US$ 600 juta, BNI Akan Perluas Kapasitas Pendanaan Lebih lanjut Okki mengaku optimistis dengan kondisi likuiditas Valas hingga akhir tahun, dengan kontribusi Utama yang berasal dari dana murah (CASA) yang berkelanjutan untuk memperkuat likuditas BNI. Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi BNI, per September 2024 total DPK valas BNI tercatat sebesar Rp 158,23 triliun, naik dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 141,41 triliun. Senada, kondisi likuiditas valas dari PT Bank Central Asia Tbk (BCA) masih terjaga dalam posisi yang memadai. Corporate Communcation and Social Responsibility, Hera F Haryn mengaku optimistis likuiditas valas akan sejalan dengan proyeksi pertumbuhan transaksi valuta asing, kondisi perekonomian domestik serta global, serta pergerakan nilai tukar rupiah. Adapun total nilai DPK valas BCA per September 2024 mencapai Rp 74,7 triliun atau sekitar 6,7% dari total DPK BCA. Hera menyebut, BCA berkomitmen memenuhi kebutuhan transaksi valas sesuai kebutuhan nasabah dalam berbagai jenis mata uang. "Saat ini BCA belum berencana melakukan pinjaman valas, mengingat posisi likuiditas valas BCA yang berada dalam posisi memadai. BCA juga senantiasa menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat, dengan tetap mempertimbangkan perkembangan kondisi pasar dan risiko," ungkapnya.
Baca Juga: Deposito Valas Ini Berikan Bunga Spesial untuk Imbal Hasil Optimal Aset Dolar Corporate Secretary Bank Mandiri Teuku Ali Usman juga menyatakan, Bank Mandiri masih mengalami pertumbuhan DPK valas yang dapat menopang pemenuhan likuiditas, mendukung operasional, serta menunjang kebutuhan ekspansi bisnis.
"Apabila dibutuhkan, Bank Mandiri dapat melakukan pendanaan melalui instrumen
wholesale funding sebagai salah satu upaya Bank dalam memperoleh pendanaan stabil jangka menengah dan panjang dengan tetap mempertimbangkan kondisi likuiditas Bank, kondisi pasar, serta ketentuan regulator yang berlaku," ungkap Ali kepada Kontan. Sejalan dengan itu, Bank Mandiri juga memiliki berbagai macam alternatif untuk melakukan pendanaan baik melalui strategi penghimpunan DPK valas, maupun pendanaan non-DPK (
wholesale funding) melalui transaksi yang sifatnya bilateral,
club deal, ataupun penerbitan Surat Utang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati