Lima Alasan Dilakukannya Perubahan Kedua UU ITE



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menjadi kebijakan besar untuk menghadirkan ruang digital yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan. 

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menegaskan perubahan itu merupakan wujud tanggung jawab Pemerintah mengedepankan perlindungan kepentingan umum serta bangsa dan negara.

“Sama halnya dengan ruang fisik, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memenuhi hak asasi manusia (HAM) bagi pengguna internet Indonesia di ruang siber, seperti yang telah tertuang pada konstitusi Indonesia,” ujarnya dalam Rapat Paripurna DPR RI dan Pemerintah di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (05/12/2023).


Menurut Menkominfo, perubahan RUU Kedua UU ITE memiliki arti penting sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum baik nasional maupun global. 

Baca Juga: UU ITE Disahkan, Menteri Budi Arie: Jamin Kepastian Hukum Ruang Digital

“Ruang digital merupakan virtual melting pot, tempat pertemuan berbagai nilai, kebudayaan, kepentingan dan hukum yang berbeda,” tandasnya.

Menteri Budi Arie menyebut setidaknya ada lima alasan perubahan itu perlu dilakukan. Pertama, menurutnya ada penerapan norma-norma pidana dalam UU ITE yang berbeda-beda di berbagai tempat.

“Sehingga banyak pihak yang menganggap norma-norma UU ITE multitafsir, karet, memberangus kemerdekaan pers, hingga mengancam kebebasan berpendapat,” jelasnya.

Kedua, UU ITE yang ada saat ini belum dapat memberikan perlindungan yang optimal bagi pengguna internet Indonesia. Menkominfo menyoroti penggunaan produk atau layanan digital dapat memberi manfaat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak jika digunakan secara tepat. Oleh karena itu, penyelenggara sistem elektronik harus mengambil tanggung jawab dalam memenuhi hak-hak anak, sekaligus melindungi anak dari bahaya atau risiko fisik dan psikis. 

“Dalam berbagai situasi, anak belum memiliki kapasitas atau kemampuan untuk memahami risiko dan potensi pelanggaran haknya dalam produk atau layanan digital,” tuturnya.

Ketiga, Menteri Budi Arie menyatakan pemerintah memperhatikan pembangunan ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang besar, yang diperkirakan akan menyumbang sepertiga potensi ekonomi digital di kawasan ASEAN. 

Baca Juga: UU ITE Sudah Disahkan, Pembahasannya Dinilai Minim Partisipasi Publik

“UU ITE yang ada saat ini perlu mengoptimalkan peran pemerintah dalam membangun ekosistem digital. Melihat besarnya potensi ekonomi digital Indonesia, pemerintah perlu memperkuat regulasi dalam memberikan perlindungan pengguna layanan digital Indonesia dan pelaku UMKM,” jelasnya.

Selanjutnya, Menkominfo menyoroti perkembangan layanan sertifikasi elektronik seperti tanda tangan elektronik, segel elektronik dan autentikasi situs web serta identitas digital. 

“Indonesia butuh landasan hukum yang lebih komprehensif dalam membangun kebijakan identitas digital serta layanan sertifikasi elektronik lainnya,” tandasnya.

Menteri Budi Arie juga menegaskan perubahan UU ITE diperlukan berkaitan dengan aspek penegakan hukum. Menurutnya saat ini memerlukan penguatan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam melakukan penyidikan tindak pidana siber, khususnya yang menggunakan rekening bank dan aset digital dalam skema kejahatan. 

“Dalam hal ini, PPNS di sektor informasi dan transaksi elektronik (ITE) butuh kewenangan untuk memerintahkan penyelenggara sistem elektronik dalam melakukan pemutusan akses sementara terhadap rekening bank, uang elektronik, dan/atau aset digital,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .