KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank dengan modal inti tebal mampu membukukan laba bersih gendut sepanjang 2018. Padahal industri perbankan tengah dihadapi dengan tren kenaikan suku bunga di dalam negeri dan ketidak pastian ekonomi dari luar. Meski demikian bank umum kelompok usaha (BUKU) IV dengan modal inti diatas Rp 30 triliun mampu mencatatkan laba bersih dobel digit. Terbaru laba bersih konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk mampu tumbuh 10,9%
year on year (yoy) menjadi Rp 25,85 triliun dibandingkan sebelumnya Rp23,31 triliun. Hal ini mengantarkan
BBCA sebagai bank pencetak laba terbanyak ke dua secara industri.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyebut menyebut laba ditopang oleh pendapatan operasional bank yang terdiri dari pendapatan bunga bersih. Adapun pendapatan bunga bersih meningkat 8,3% yoy dari Rp 41,85 menjadi Rp 45,33 triliun tahun lalu. Sementara pendapatan operasional lainnya tumbuh 17,0% menjadi Rp17,7 triliun dari posisi 2017 sebesar Rp 15,12 triliun. "Tahun lalu portofolio kredit meningkat 15,1% yoy menjadi Rp538,1 triliun dari Rp 467,5 triliun. Pembiayaan didukung oleh tingginya kebutuhan kredit usaha. Kredit korporasi tumbuh 20,4% yoy menjadi Rp 213,3 triliun pada akhir tahun 2018. Kredit komersial dan UKM meningkat 13,4% yoy menjadi Rp183 8 triliun," ujar Jahja di Jakarta, Kamis (28/2). Jawara pertama jatuh kepada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI) yang mampu mencatatkan laba bersih tumbuh 11,60% yoy menjadi Rp 32,4 triliun dibandingkan sebelumnya Rp 29,04 triliun. Direktur Utama BRI Suprajarto menyatakan pertumbuhan laba didorong oleh penyaluran kredit ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) serta pertumbuhan pendapatan berbasis komisi. Di penghujung 2018, pendapatan komisi dan pendapatan operasional lain naik 22,7% yoy menjadi Rp 32,4 triliun dari Rp 19,1 triliun. Adapun realisasi kredit BRI hingga kuartal IV-2018 sebesar Rp 843,6 triliun atau naik 14,1% yoy dari Rp 739,3 triliun. Segmen komersial kecil menjadi segmen kredit yang tumbuh paling tinggi yakni 18,9% yoy menjadi Rp 183 triliun. PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI) berada di posisi ketiga dengan capaian laba bersih Rp 25 triliun, tumbuh 21,20% dari Rp 20,6 triliun. Kenaikan laba ini didorong oleh pertumbuhan pendapatan bunga bersih dan premi bersih sebesar 5,28% yoy menjadi Rp 57,3 triliun. Adapun kredit Mandiri tumbuh 12,40% dari Rp 729,5 triliun menjadi Rp 820,1 triliun. PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI) di tangga keempat dengan perolehan laba Rp 15,01 triliun, tumbuh 10,3% yoy dibandingkan Rp 13,61 triliun. Pertumbuhan laba ini melambat ketimbang tahun sebelumnya yang mencapai 20,10% yoy dari Rp 11,34 triliun. Wakil Direktur Utama Bank BNI Herry Sidharta mengungkapkan tahun lalu cukup menantang. Beberapa hambatan ekonomi baik global maupun domestik jadi penyebab penghambat pertumbuhan laba bersih BNI. Kendati demikian BNI mampu menyalurkan pertumbuhan kredit tumbuh 16,2% yoy dari Rp 441,31 triliun menjadi Rp 512,77 triliun pada akhir 2018.
Posisi terakhir diduduki oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk (
BNGA) yang mencatatkan laba Rp 3,48 triliun, naik 17,17% yoy di bandingkan posisi 2017 senilai Rp 2,97 triliun. Laba bersih didukung oleh pendapatan non bunga atau
Non Interest Income yang naik sebesar 13,8% menjadi Rp3,8 triliun, serta penurunan pada biaya kredit sebesar 63 basis poin (bps) dari 2,26% menjadi 1,63%. Begitupun dengan rasio
Loan Loss Coverage CIMB Niaga berada di level yang aman sebesar 105,86%. Presiden Direktur CIMB Niaga Tigor M. Siahaan mengatakan kredit yang disalurkan tumbuh 1,8% yoy menjadi Rp 188,5 triliun. Kredit ditopang oleh kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang memberikan kontribusi sebesar 11,2% menjadi Rp30,0 triliun, kredit Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) sebesar 8,5% menjadi Rp29,6 triliun dan kartu kredit sebesar 5,5% menjadi Rp8,6 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi