Lima Produk Industri Kimia Hilir Terkena SNI Wajib



JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya membendung membanjirnya berbagai produk impor berkualitas rendah. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib. Yang teranyar, Kemenperin bakal mewajibkan SNI terhadap lima produk industri kimia hilir.

Saat ini, pemerintah tengah mengajukan notifikasi SNI Wajib atas kelima produk itu kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Harapannya, sebelum akhir tahun 2010, SNI Wajib sudah berlaku bagi produk tersebut. Kelima produk yang bakal terkena SNI wajib itu adalah tangki air, ubin keramik, peralatan makan (tableware) keramik, kloset duduk, serta deterjen.

Menurut Kepala Sub Direktorat Standarisasi dan Teknologi Kemenperin Kurnia Hanafiah, khusus deterjen, draf SNI Wajibnya masih dalam proses penyelesaian. "Tetapi spesifikasi teknisnya sudah selesai sehingga bisa diajukan notifikasi,” terang Kurnia, Kamis (18/2).


Menurut Kurnia, peningkatan status kelima produk menjadi SNI Wajib merupakan antisipasi terhadap membanjirnya produk impor dari China. "Kebanyakan produk yang datang dari China kualitasnya jelek," tukas Kurnia.

Salah satunya adalah kloset duduk. Para produsen lokal banyak menemukan produk kloset duduk dari China yang kualitasnya buruk. Melihat kondisi ini, para pengusaha meminta pemerintah segera mengajukan notifikasi ke WTO. Sehingga, SNI Wajib itu bisa segera diterapkan.

Menurut catatan Kemenperin, hingga 16 Januari 2010, terdapat 43 SNI yang telah dinotifikasi kepada WTO dan diberlakukan secara wajib. Beberapa diantaranya adalah tepung terigu sebagai bahan makanan, baja lembaran, pelat dan gulungan canai panas, serta gulungan lapis paduan aluminium dan seng.

Selain lima produk industri kimia hilir, pemerintah juga sedang mengurusi notifikasi SNI Wajib ke WTO untuk beberapa produk lainnya. Di antaranya SNI Wajib untuk produk baterai dan sepatu pengaman.

Ketua Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Achmad Wijaya mengklaim, pelaku industri keramik sudah siap berkompetisi di pasar dalam negeri. Makanya, Achmad justru menilai bahwa notifikasi SNI Wajib keramik ke WTO sebenarnya tidak diperlukan lagi. Maklum, tanpa perlindungan SNI Wajib pun mereka bisa bersaing melawan produk keramik buatan China.

Masalahnya sekarang, pengusaha sulit membendung produk keramik ilegal. Selama 2007-2008 saja terdapat sekitar 117.000 ton impor keramik ilegal. Jumlah ini setara dengan 51,87% produksi keramik dalam negeri sepanjang tahun 2008.

Selain persoalan produk ilegal, penerapan SNI Wajib nyatanya juga masih terkendala persoalan teknis. Salah satunya adalah keterbatasan laboratorium untuk melakukan pengujian. Makanya, Kemenperin berusaha menggandeng laboratorium perusahaan swasta dan universitas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test