Lini bisnis film SCMA prospektif



JAKARTA. Tak hanya mengandalkan lini bisnis media, PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) mulai fokus pada layar lebar. Manajemen menargetkan dapat memproduksi 4 sampai 8 judul film pada tahun depan.

Analis Daewoo Securities Indonesia Christine Natasya mengatakan ada beberapa film yang sudah diproduksi oleh production house (PH) SCMA, Seperti Magic Hour, London Love Story, ILY from 38.000ft. Jumlah penonton dari Dua dari tiga film yang diproduksi sudah masuk dalam top 10 perfilman Indonesia tahun 2016. ”Saya masih yakin penonton film-film baru dari SCMA masih dapat tumbuh,” tulisnya dalam riset.

Terbaru perusahaan juga sudah merilis film bergenre Laga Asia berjudul “Head Shot”. Film yang diproduksi oleh Screenplay ini didanai oleh Netflix mencapai US$ 2 juta, dengan benefit mendapat hak siar secara online. Film ini juga diyakini bisa mendapat jumlah penonton yang banyak, melihat masih sedikitnya film laga produksi di Indonesia.


Christine juga menggarisbawahi, untuk industri perfilman Indonesia yang masih belum merata di daerah. Dengan regulasi baru di mana asing dapat berinvestasi dalam produksi film di Indonesia, memiliki layar atau bioskop beserta distribusinya. Dia yakin ke depannya industri dapat tumbuh, sehingga berdampak juga bagi SCMA.

Asal tahu saja, sampai 2016 Indonesia hanya memiliki 1.117 layar film di Indonesia yang harus melayani 250 ribu lebih penduduk Indonesia. Selain itu penyebaran Bioskop juga masih terpusat diarea Jabodetabek.

Selain itu SCMA juga ingin meningkatkan dua kali lipat produksi filmnya tahun depan menjadi 8 judul. Namun kontribusi pendapatan bisnis film ini masih terbilang kecil dibanding bisnis media SCMA. Asal tahu saja biasanya produksi film akan memakan US$ 300- 500 ribu per judul.

Dari bisnis Media, Christine memberikan catatan dari biaya penyiaran program Torabika Soccer ternyata lebih mahal dibandingkan Champions League, Europe League, La Liga.

Dengan tidak melanjutkan siaran sepak bola lokal itu juga mendorong SCMA akan meningkat 9-13%. ”Program sepak bola lokal belum bisa menarik penonton, setelah dicabut seharusnya margin perusahaan bisa meningkat ke depannya,” kata Christine.

Selain dorongan kinerja juga berasal dari stasiun Indosiar Visual Mandiri. Program D Academy mendapat rating tertinggi selama kuartal IV seharusnya bisa berkontribusi audience share yang tinggi bagi perusahaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto