Lisensi berjenjang juga berlaku untuk bank umum



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) sedang mengkaji penerapan aturan lisensi berjenjang (multiple licence) di perbankan. Yang menarik, nantinya beleid ini tidak hanya berlaku bagi bank asing, tapi juga untuk bank lokal.

Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, roh aturan ini adalah untuk meningkatkan kehati-hatian dan pemerataan pelayanan perbankan. Bentuk pengaturan bisa meniru bank sentral Malaysia.

Di negeri jiran tersebut, apabila bank mau nambah ATM atau kantor cabang harus mengantongi izin dari regulator. "Dengan aturan ini banyak area kebijakan yang bisa kami masuki, seperti kepentingan membangun pedesaan," ujarnya, Rabu (21/12).


Bank sentral memang belum menyusun draf aturan. Prosesnya masih tahap pembuatan naskah akademis. Penerapan aturan serupa di negara lain menjadi bahan pertimbangan BI.

BI menginginkan kompetisi antarbank lebih optimal. "Kami juga akan melihat tingkat kejenuhan pasar. Kalau sudah tidak bisa berkembang lagi, masa kami terus berikan izin," kata Deputi Gubernur BI, Muliaman Dharmansyah Hadad.

Tidak berlaku surut

Lewat aturan ini, BI memang hendak mengarahkan ekspansi bank. Misalnya, bank ingin membuka cabang di Sumatra atau di Jawa. Jika pasar perbankan di kedua daerah tersebut sudah jenuh, BI bisa saja mengarahkan bank membuka kantor cabang di Indonesia bagian timur. "Aturan ini juga bisa mendorong efisiensi perbankan. Regulasi ini akan berlaku yang akan datang, jadi tidak retroaktif," tambah Muliaman.

Informasi saja, kesenjangan pertumbuhan ekonomi antara Indonesia bagian barat dan timur adalah persoalan mendasar di negeri ini. Dalam seminar Ikatan Sarjanan Ekonomi Indonesia medio November 2011, Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Emil Salim dan mantan gubernur BI, Adrianus Mooy menuding perbankan turut serta dalam menciptakan ketimpangan tersebut.

Perbankan hanya rajin menyalurkan kredit mereka di Pulau Jawa, Sumatera dan Bali. Sementara di luar ketiga pulau itu, bank hanya menjadikan mereka tempat pengumpulan dana pihak ketiga (DPK).

Menurut Emil dan Mooy, perombakan kondisi ini hanya bisa dengan regulasi. BI harus mengarahkan bank membuka peluang baru, bukan bertempur di ceruk yang sempit.

Berdasarkan data terbaru BI per Oktober 2011 silam, penyaluran kredit perbankan untuk Indonesia barat (Jawa, Bali, dan Sumatera) mencapai Rp 1.866,9 triliun. Jumlah ini sebesar 88,64% dari total kredit nasional. Sisanya sebesar Rp 239,26 triliun atau 11,36% mengalir ke Indonesia bagian timur.

Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono mempersilakan BI mengkaji aturan ini dan menyesuaikan dengan kebutuhan perbankan. Menurut dia, aturan ini ada plus dan minus. Salah satu kekurangannya, bisa menghambat pertumbuhan bisnis bank, karena memerlukan izin khusus.

Dalam merampungkan aturan ini, Sigit menyarankan BI memperhatikan waktu. Sebab, dua tahun lagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah berjalan, sehingga tidak ada lagi Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang mengatur perbankan. "Dua tahun lagi mungkin yang ada Peraturan OJK. Kajian bisa saja diserahkan kepada OJK," pungkas Sigit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati