JAKARTA. Mengekor tren
bearish pasar komoditas global, prospek harga batubara masih suram. Dalam setahun terakhir atau
year on year (yoy), harga batubara Newcastle pengiriman April 2015 di bursa ICE merosot 25% menjadi US$ 58,85 per ton. Prospek buram harga komoditas energi itu tentu berimbas ke bisnis produsen batubara, termasuk PT Bukit Asam Tbk (
PTBA). Kinerja
PTBA pada tahun ini diperkirakan stagnan. Tahun lalu,
PTBA masih mencatatkan pertumbuhan kinerja keuangan di tengah melambatnya harga batubara di pasar internasional. Emiten pelat merah ini membukukan pertumbuhan laba bersih 10% (yoy) menjadi Rp 2,02 triliun pada 2014. Pencapaian itu didukung kenaikan pendapatan sebesar 16,68% (yoy) menjadi Rp 13,08 triliun.
Jhon Veter, Managing Director Investa Saran Mandiri menilai prospek bisnis
PTBA tahun ini akan mendung karena harga batubara masih melemah. Pertumbuhan emiten ini diperkirakan stagnan karena tak mungkin lagi melakukan efisiensi seperti tahun lalu, yang turut menyokong pertumbuhannya. “Efisiensi tidak mungkin dilakukan setiap tahun,” ujar dia. Prospek emiten yang bermarkas di Tanjung Enim Sumatra Selatan ini lebih berkilau dibandingkan industri. Maklum,
PTBA lebih dominan menggarap pasar domestik, yang tidak terimbas penurunan permintaan batubara dari China dan India. Analis Ciptadana Securities, Andre Varian, pada riset 4 Maret 2014 menulis,
PTBA adalah satu-satunya emiten batubara yang mempertahankan kinerja di tengah merosotnya harga batubara. Tapi dia menerka, kinerja tahun ini stagnan. Sebab, harga rata-rata batubara di pasar domestik bisa menurun 5%-7%.
PTBA tentu berupaya mengantisipasi perlambatan harga batubara, seperti menaikkan kualitas sebagian besar produksi batubara di atas 5.000 kilokalori per kg dengan tujuan ekspor Jepang, Taiwan dan Korea Selatan. Langkah lain adalah bersiap mengoperasikan pembangkit listrik, mengoperasikan rel ganda (
double track) kereta api dari Tanjung Enim menuju Prabumulih dan mengakuisisi dua perusahaan tambang. Tapi Andre menilai, proyek
PTBA bukan seperti menyeduh kopi instan. Artinya, butuh proses lama untuk bisa menikmati hasil ekspansi bisnis tersebut. Itu sebabnya, PTBA mungkin belum bisa bernafas lega pada tahun ini.
Andre memprediksi volume produksi
PTBA meningkat 10% menjadi 18,5 juta ton di tahun ini. Hal itu dipicu persiapan operasional kereta api yang lebih baik sehingga pendapatan tumbuh 6% menjadi Rp 13,9 triliun. Namun, laba bersih
PTBA diproyeksikan merosot 32% menjadi Rp 1,38 triliun. Analis Panin Securitas Fajar Indra dalam riset 3 Maret 2015 memprediksi, volume penjualan
PTBA tahun ini tumbuh 25% menjadi 22.5 juta ton. Namun, koreksi harga batubara bisa menggerus laba bersih sebesar 2% menjadi Rp 1,97 triliun. Adapun pendapatan
PTBA diprediksi turun 8% menjadi Rp 14,17 triliun. Fajar merekomendasikan neutral
PTBA dengan target harga wajar Rp 11.600 per saham. Adapun Andre dan Jhon memasang hold dengan target masing-masing Rp 11.600 dan Rp 12.000. Pada penutupan bursa kemarin, harga
PTBA naik 0,24% menjadi Rp 10.350 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa