Listrik siap mengalir di Bumi Dipasena



JAKARTA. Para petambak di Bumi Dipasena, Lampung, bisa bersiap menggenjot produksi lagi. Mulai 2 November, Perusahaan Listrik Negara (PLN) menjanjikan listrik akan mengalir ke para petambak yang dulunya mitra PT Aruna Wijaya Sakti ini.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengatakan, meski infrastruktur PLN di Bumi Dipasena belum siap, PLN tetap mengusahakan listrik masuk ke sana. “Waktu saya masih jadi Dirut PLN, saya sudah melakukan pembicaraan dengan pemilik pembangkit listrik yang lama dan dia bersedia PLN pakai,” kata Dahlan, Senin (24/10).

Dahlan menekankan, saat ini, yang penting bagaimana para petambak bisa menjadi pelanggan PLN. Setelah terdaftar sebagai pelanggan PLN, otomatis mereka sudah bisa memanfaatkan listrik untuk proses produksi. "Dari segi listriknya tanggal 2 November siap. Cuma bagaimana cara para nelayan itu bisa menjadi pelanggan PLN, proses itu harus ditangani Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," kata Dahlan.


Sejauh ini, para petambak memang sudah menghidupkan tambak mereka walau dengan metoda produksi tradisional yang tidak membutuhkan listrik. Namun dengan metode itu, maksimal tebaran benur hanya 10.000-15.000 ekor per petak tambak. Padahal dengan cara modern, mereka bisa menabur 100.000 ekor benur per tambak.

Selain menyelesaikan masalah listrik Dipasena, KKP juga menjanjikan benur udang dalam waktu dekat. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Ketut Sugama mengatakan, DPR sudah menyetujui anggaran Rp 1,5 miliar untuk bantuan benur udang.

“Mungkin dalam minggu-minggu ini keluar, langsung kita berikan. Tahun depan kita jadikan minapolitan,” kata Ketut usai rapat di Komisi IV DPR, kemarin (26/10).

Listrik untuk produksi

Kabar gembira ini ternyata belum sampai ke telinga petambak. "Kita belum mendengar itu, kalau memang benar kita harap segera terealisasi," kata Towilun, petambak plasma AWS sekaligus Ketua Lembaga Keswadayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Kampung Dipasena Utama.

Towilun bilang, petambak bersedia untuk menjadi pelanggan PLN. "Kalau konsisten tidak masalah," ucapnya. Selama ini, kata dia, petambak telah memperoleh bantuan dari pemerintah berupa 100 unit genset. Namun genset itu hanya digunakan untuk penerangan sekolah, kantor, serta tempat ibadah.

Sedang tuntutan utama para petambak adalah pasokan listrik untuk budidaya. Towilun menceritakan, sejak diputusnya aliran listrik di kawasan tambak, biaya operasional budidaya udang menjadi membengkak. Maklum, agar benur hidup dan berkembang, para petambak ini harus menyiasati dengan menggunakan genset yang mereka beli.

Namun, memakai genset lebih boros biaya. Setiap kali beroperasi, satu genset paling tidak membutuhkan 16 liter bahan bakar minyak (BBM).

Ditambah lagi, petambak hanya bisa membeli maksimal 5 liter BBM di SPBU. Sedangkan sisanya harus mereka beli dari pihak lain dengan harga yang lebih mahal. Jika di SPBU, petambak bisa membeli BBM dengan harga Rp 4.500 per liter. Di luar SPBU mereka harus membayar Rp 5.500-Rp 6.000 per liter.

Selain itu, mereka juga menuntut AWS melunasi Sisa Hasil Usaha (SHU) yang belum dibayarkan ke petambak sebesar Rp 36 Miliar. "Dana sebesar itu bisa dibuat untuk modal," ujar Towilun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie