KONTAN.CO.ID - Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) menyelenggarakan kegiatan Literasi Digital Sektor Pemerintahan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dan SDM Kemenkominfo pada Senin - Rabu, 3-5 April 2023. Kegiatan diadakan secara Hybrid di Hotel Santika ICE BSD, Tangerang Selatan. Pada hari pertama, kegiatan ini ditujukkan untuk JPT Madya (Pimpinan Unit Kerja dan Staf Ahli) dan JPT Pratama Kemenkominfo yang mencapai 68 peserta. Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan kompetensi ASN dan SDM Kemenkominfo di bidang digital. Selain itu, Literasi Digital Sektor Pemerintahan juga dilakukan agar pegawai Kemenkominfo mampu memahami serta menghadapi isu yang sedang berkembang di masyarakat, terutama mengenai tahun politik.
Pegawai Kemenkominfo juga diharapkan dapat memahami kultur digital serta kode etik untuk mewujudkan terciptanya netralitas dalam rangka memberi pelayanan terbaik sebagai aparatur negara. Survei Indeks Literasi Digital Nasional yang dilakukan oleh Kemenkominfo dan Katadata Insight Center (KIC) pada tahun 2022 lalu menunjukkan bahwa kapasitas Literasi Digital masyarakat Indonesia dinilai sebesar 3.54 dari 5.00. Berdasarkan hal tersebut, tingkat literasi digital di Indonesia masih berada dalam kategori “sedang”. Kegiatan literasi digital yang diselenggarakan untuk para Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Sumber Daya Manusia (SDM) Kemenkominfo ini merupakan salah satu upaya Kemenkominfo dalam mempercepat transformasi digital di lingkungan pemerintahan menuju Indonesia #MakinCakapDigital. Kegiatan diawali dengan laporan kegiatan dari Direktur Pemberdayaan Informatika, Boni Pudjianto. Dalam laporannya, Boni mengungkapkan bahwa melalui kegiatan ini Aparatur Pemerintah diharapkan mampu mengelola rasa untuk menjadi perekat dan pemersatu bangsa pada kehidupan digital. “Sebentar lagi bapak-ibu akan mendapatkan materi empat pilar literasi digital yang tentunya akan berujung pada upaya transformasi digital untuk aparatur negara dan juga akan mengarahkan bapak-ibu membentuk netralitas dalam menyambut tahun politik,” jelas Boni. Boni juga menjelaskan bahwa sikap netralitas ASN menjadi hal yang penting untuk diingatkan berulang kali kepada para ASN dan SDM di lingkungan Kemenkominfo. “ASN dan SDM di lingkungan Kemenkominfo dapat benar-benar mengedepankan sikap netralitas dan diharapkan dapat menjadi teladan, di mana tidak menunjukkan partisipasinya dalam kampanye politik dalam bertugas, agar menunjukkan sikap profesionalitas. Perlu diingat juga bahwa ASN dan SDM di lingkungan Kemenkominfo berada di bawah pengawasan negara, di mana jika pegawai melanggar peraturan negara tentu akan dihadapkan pada konsekuensi yang berlaku sesuai hukum. Oleh karena itu, diharapkan bapak dan ibu dapat fokus mendukung transformasi digital dengan cara memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat,” tutur Boni. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel A. Pangerapan, dalam sambutannya menyampaikan bahwa ASN sedang dipantau oleh masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu menyikapi hal tersebut, terutama dalam hal jejak digital. Apa yang dilakukan di ruang digital benar-benar harus kita pikirkan, terutama sebelum mengunggah sesuatu ke media sosial. “Fenomena selanjutnya yang ingin saya sampaikan adalah teknologi AI, terutama mengenai risikonya seperti fake news yang benar-benar susah diidentifikasi. Perlu bapak-ibu ketahui juga Kemenkominfo sudah menghadirkan daftar isu-isu yang ramai dibicarakan publik, ASN Kemenkominfo perlu membaca ini terutama agar memahami percakapan publik agar tidak salah dalam merespons isu yang ada,” tutur Semuel. Selain itu, Semuel juga menjelaskan bahwa para ASN agar bekerja secara profesional dan jangan memihak terutama saat membuat postingan di ruang digital. “ Semua usaha ini dilakukan agar kita bisa menciptakan ruang digital yang aman dan nyaman. Semoga ASN yang hadir dapat saling memberi masukan membangun agar kualitas aparatur pemerintah terus meningkat dan bisa melayani masyarakat secara maksimal,” jelas Semuel. Di kesempatan yang sama, sambutan sekaligus membuka acara Literasi Digital Sektor Pemerintahan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenkominfo oleh Sekretaris Jenderal Kemenkominfo, Mira Tayyiba, yang menyampaikan bahwa, hal negatif yang ada di ruang digital harus dihadapi dengan baik, sebagai pelayan publik kita harus merespons ruang digital secara proaktif. “Bukan hanya dengan bisa mengoperasikan komputer, namun kita harus mempunyai kecakapan digital sesuai dengan perkembangan teknologi terbaru. ASN harus menyadari posisi sebagai pelayan publik yang profesionalitasnya diukur dari layanan dan kepuasan publik di ruang fisik dan ruang digital. Saat ini United Nation Government Survey melihat 0,76 persen lebih besar daripada rata-rata government di asia tenggara. Sudah tidak ada alasan lagi bagi ASN untuk tidak memahami literasi digital,” tegas Mira. Mira juga menekankan bahwa ASN juga harus cerdas secara emosional dan kognitif serta sensor sensitivitas dalam hal melakukan filter hal apa yang pantas dan tidak diunggah di media sosial. “Saya juga mengingatkan ASN kemenkominfo untuk menjaga netralitas, bukan hanya dalam kehidupan sehari-hari tapi juga di ruang digital. Upaya peningkatan literasi digital selanjutnya adalah esensial dengan tujuan menciptakan ruang digital yang kondusif dan positif, oleh karena itu perlu adanya kerjasama antar komponen bangsa. Kemenkominfo sebagai regulator, komunikator, akselerator terus mengupayakan literasi digital untuk meningkatkan kompetensi ASN,” jelas Mira. Netralitas ASN dan Kultur Digital ASN dalam Perspektif Kode Etik ASN Sesi materi mengenai Netralitas ASN disampaikan oleh Perwakilan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, Puadi. Dalam penjelasannya, Puadi menekankan bahwa terdapat tiga penyebab yang membuat netralitas ASN tidak dapat tercapai. “Adanya kepentingan politik seperti irisan kekerabatan atau kesukuan yang menjadi politik identitas. Lalu digunakannya pemilu sebagai cara untuk meminta promosi jabatan. Kemudian yang terakhir adalah adanya tekanan-tekanan dari tokoh yang kuat atau bisa disebut ASN yang masuk dalam ekosistem yang tidak baik. Di luar tiga penyebab ini, upaya penegakan hukum pun belum maksimal sehingga tidak ada upaya yang membuat jera para pelaku,” tegas Puadi. Materi mengenai Kultur Digital ASN dalam Perspektif Kode Etik ASN dibawakan oleh Komisioner Pokja Pengawasan Bidang Penerapan Nilai Dasar, Kode Etik, dan Kode Perilaku ASN, dan Netralitas ASN, Arie Budhiman. Arie menjelaskan bahwa terdapat disrupsi yang dihadapi ASN. “Kemarin kita mengalami Covid-19 yang membuat cara kerja ASN berubah menjadi semakin terdigitalisasi. Nah, tantangan baru yang kita hadapi selanjutnya adalah Pemilu tahun 2024, apakah kita bisa memanfaatkan momentum ini untuk membuat kinerja kita semakin baik atau justru sebaliknya. Itulah yang harus dipersiapkan oleh para ASN,” jelas Arie. Empat Pilar Literasi Digital untuk Membentuk Netralitas dan Kultur Digital ASN Sesuai dengan Kode Etik ASN Materi pertama mengenai Kecakapan Digital dibawakan oleh Guru Besar dan Peneliti Bidang Rekayasa Perangkat Lunak Fasilkom Universitas Indonesia, Eko Kuswardono Budiarjo. Eko menjelaskan bahwa dalam kecakapan digital terdapat formula 4+1 yakni menyeleksi, memahami, menganalisis, dan memverifikasi, agar kita dapat berpartisipasi. “Formula ini juga sebagai tolak ukur sudah sejauh mana ASN mendalami kecakapan digital. Kecakapan digital ini juga berguna bagi organisasi yakni kecakapan dalam memilih perangkat keras dan lunak yang cocok untuk tupoksi atau tugas kita,” ungkapnya. Materi selanjutnya mengenai Keamanan Digital dibawakan oleh Inisiator Pemberdayaan Informatika Kabupaten Pemalang, Andri Johandri. Dalam paparannya Andri menjelaskan bahwa Keamanan digital perlu dipahami sebagai tanggapan dan mitigasi dari dampak negatif digitalisasi. “Nyatanya masih banyak orang-orang yang membuat password yang menggunakan tanggal lahir dan hal lainnya yang mudah ditebak. Memang serangan siber atau peretasan itu ada, namun kita harus lebih waspada untuk menjaga data kita sendiri. Mungkin yang bisa kita mulai saat ini adalah mengatur pemakaian gawai,” tambahnya. Materi berikutnya mengenai Etika Digital dibawakan oleh Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Haryatmoko. Dalam paparannya, Haryatmoko menjelaskan bahwa digitalisasi turut berdampak pada kesehatan mental, oleh karena itu butuh kebijaksanaan dalam merespons digitalisasi.
“Bagi ASN, sikap kritis menjadi penting dalam penggunaan media sosial supaya adanya peningkatan pelayanan publik. Kalau dulu kita diawasi oleh deontologi jurnalistik. Namun, sekarang di media sosial kita kehilangan kontrol. Salah satu fenomenanya adalah ujaran kebencian yang merajalela dan bersembunyi di balik kebebasan pendapat. Hadirnya etika komunikasi akan mempengaruhi terbentuknya netralitas dan sikap kritis," tambah Haryatmoko.
Baca Juga: Kementerian Kominfo Menyebut, Literasi Digital Indonesia Meningkat Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti