KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor properti tercatat tumbuh 2,82% pada kuartal II 2021. Ini menunjukkan permintaan masyarakat akan hunian masih mengalami peningkatan meskipun dihadapkan dengan pandemi Covid-19. Namun, SCG melalui anak usaha Cement-Building Materials di Indonesia melihat tingkat literasi masyarakat terhadap bidang properti, khususnya konstruksi bangunan masih terbatas. Padahal literasi ini merupakan hal yang krusial dalam mengambil keputusan sebelum membeli ataupun membangun rumah. Masyarakat yang jarang terlibat dalam proses konstruksi biasanya cenderung menilai kualitas bangunan berdasarkan tampak luarnya saja. Semestinya ada tiga hal vital yang harus dipertimbangkan menurut SCG.
Country Director SCG di Indonesia, Wiroat Rattanachaisit mengungkapkan, SCG selalu mengupayakan dialog dengan konsumen untuk memberikan solusi terbaik atas kesulitan yang mereka alami. Selain hal di atas, SCG juga mendapati bahwa banyak konsumen yang masih terpaku pada bahan baku bangunan konvensional karena belum terekspos dengan inovasi bahan baku lainnya yang fungsinya bisa jadi lebih tepat sasaran. “Seiring perkembangan teknologi dan uji coba material yang konstan kami lakukan, kami menciptakan transformasi pada material berbahan dasar semen sehingga lahirlah bahan bangunan siap pakai atau disebut juga produk instan, seperti semen instan dan beton instan. Inovasi ini dapat menjadi opsi yang efisien untuk menjawab tantangan literasi, aspek lingkungan, dan daya beli masyarakat, karena material ini mudah untuk digunakan dan telah menggunakan campuran yang sederhana, namun tetap menunjang pengerjaan struktur dan dinding yang kokoh,” jelas Wiroat.
Baca Juga: Siam Cement Group (SCG) catatkan kinerja moncer pada kuartal II 2021 Adapun tiga hal yang harus diperhatikan sebelum membeli atau membangun properti, diantaranya karakteristik lingkungan. Bukan hanya lokasi dengan akses strategis yang perlu diperhatikan tetapi juga karakteristik lingkungan apakah aman dari bencana, seperti tidak berada di area rawan longsor maupun banjir dan kualitas tanahnya bukan tanah basah. Tanah basah seperti bekas rawa atau lahan gambut membutuhkan waktu dan biaya lebih besar untuk dibangun karena perlu dikeringkan dulu. Apabila tetap memilih lingkungan seperti ini karena pertimbangan lain maka sebaiknya harus ada rencana untuk mengantisipasi dampak lingkungan di kemudian hari. Kondisi tanah yang basah dapat meningkatkan risiko kebocoran pada pondasi rumah, sehingga Anda perlu tahu strategi penambalan celah di tempat rembesan air tersebut. Kedua, struktur konstruksi yang simetris. Ketika struktur konstruksi bangunan tidak simetris, maka pondasi akan rentan mengalami keretakan. Penyebab lainnya adalah adukan cor beton yang terlalu cepat mengering yang bisa membuat keretakan saat pengaplikasian maupun retak di kemudian hari. Jika keretakan ini tidak ditangani dengan tepat, maka masalah ini dapat menyebabkan keruntuhan pada pondasi. Ketiga, pemilihan material konstruksi yang tepat dan berkualitas. Tepat dalam artian konsumen harus memilih dan mampu memperhitungkan komposisi bahan yang akan menjadi bagian tetap (bahan permanen) pada struktur bangunan, contohnya semen, pasir, kerikil, baja, dan beton, serta bahan pendukung lainnya yang esensial namun bukan menjadi bagian tetap pada bangunan. Bagi konsumen yang berencana membangun rumah sendiri, pemilihan jenis dan kuantitas bahan bangunan tentu sangat berguna untuk efisiensi anggaran. Wiroat memaparkan, meski sudah melakukan estimasi kebutuhan konstruksi, seringkali ada material yang menjadi sisa sehingga tidak efisien secara ekonomi maupun lingkungan. Inovasi bahan bangunan instan dari SCG Indonesia memungkinkan pengguna untuk merasakan kemudahan dalam proses pengadukan bahan-bahan homogen serta pengaplikasiannya. Dengan demikian, pengguna bisa merasakan dan menilai karakteristik material bangunan yang berkualitas untuk konstruksi yang lebih baik. Material dengan kemasan dan takaran yang tepat akan memudahkan proses logistik khususnya apabila proyek konstruksi terletak di daerah yang sulit dijangkau oleh truk besar.
SCG memahami, properti adalah aset yang sangat berharga dan termasuk kelas aset non-likuid, sehingga konsumen harus memiliki wawasan yang mumpuni dalam mengambil keputusan. “Dalam waktu dekat, SCG melalui unit bisnis Cement-Building Materials (CBM) berencana menghadirkan versi baru dari bahan bangunan instan kami. Ini merupakan bentuk komitmen kami untuk menjawab kebutuhan fundamental dari material konstruksi dengan berinovasi pada produk semen siap pakai yang dapat memenuhi kebutuhan semua kalangan untuk mewujudkan hunian yang aman, nyaman, serta ramah lingkungan. Kami siap memberikan nilai tambah untuk masyarakat.” imbuh Wiroat.
Baca Juga: Investor Thailand makin agresif di Indonesia, ini alasannya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat