LKPP Bekukan 14.161 Produk Impor di E-Katalog



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) telah membekukan 14.000 lebih produk impor yang ada di katalog elektronik (e-katalog) pengadaan barang dan jasa pemerintah. Hal ini dilakukan karena sudah ada substitusi produk serupa yang dibuat produsen dalam negeri.

Kepala LKPP Hendrar Prihadi mengatakan, hingga hari ini tercatat 20.652 produk yang dibekukan atau turun tayang dari e-katalog. Dari jumlah tersebut, LKPP membekukan 14.161 produk impor karena telah ada substitusi produk serupa yang bisa dibuat oleh produsen dalam negeri.

“Jadi memang di dalam katalog ini begitu didapati kita punya kemampuan membuat produk dalam negeri, yang impor kita bekukan atau turun tayang,” ucap Hendrar dalam Rakor Monev Inpres 2 tahun 2022 dipantau dari Youtube LKPP, Selasa (29/11).


Lalu, ada 3.910 produk yang dibekukan LKPP karena menetapkan harga tidak wajar. Misalnya harga produk tadinya Rp 10.000. Kemudian LKPP pantau mengalami kenaikan harga lebih dari 25% karena ternyata akan ada transaksi. Namun, seminggu setelah transaksi tersebut harga produk diturunkan lagi.

Selanjutnya, LKPP juga membekukan 2.581 produk karena produk tidak sesuai dengan spesifikasi yang dimunculkan dalam e-katalog.

Baca Juga: LKPP Susun RUU Pengadaan Barang/Jasa Publik, DPR Berharap Belanja PDN Meningkat

“Ini adalah catatan catatan yang kita temukan dalam proses transaksi katalog,” ungkap Hendrar.

Lebih lanjut Hendrar menjelaskan, pihaknya tengah menyusun naskah akademik rancangan undang-undang pengadaan barang/jasa publik. Ia bersyukur karena RUU tersebut telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2023.

“Diharapkan tahun 2024 negara kita sudah mempunyai undang-undang pengadaan barang dan jasa,” ucap Hendrar.

Hendrar menuturkan, muatan materi RUU tersebut diantaranya afirmasi produk dalam negeri, afirmasi produk UMK dan Koperasi, transparansi, pengawasan dan partisipasi publik. Lalu, penyederhanaan dan percepatan proses pengadaan, transformasi digital.

Kemudian terkait pengadaan berkelanjutan, dan perjanjian perdagangan internasional yang mengatur pengadaan. Serta terkait sanksi dan penyelesaian sengketa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari