KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masa penguncian atau
lock-up saham seri A PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (
GOTO) akan segera berakhir pada 30 November 2022. Menjelang berakhirnya periode
lock-up ini investor bisa
wait and see. GOTO menutup perdagangan, Senin (24/10), dengan melemah 5% ke posisi Rp 190 per saham. Berdasarkan data RTI, GOTO sudah terkoreksi 25,78% dalam sebulan terakhir.
Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheril Tanuwijaya menilai koreksi saham teknologi ini merupakan refleksi atas kekhawatiran pasar terkait efek selesainya periode
lock-up.
"GOTO dikepung oleh berbagai sentimen negatif, baik dari soal tren kenaikan suku bunga yang akan makin menekan keuangan perseroan dan juga pelaku pasar antisipasi efek
lock-up di November," ucapnya saat dihubungi Kontan, Senin (24/10).
Baca Juga: Berkinerja Moncer, Simak Rekomendasi Saham Adhi Commuter (ADCP) Berikut Ini Jika mengintip laporan keuangannya, GOTO mencatatkan rugi diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 13,65 triliun. Jumlah rugi bersih emiten teknologi ini itu naik 117,28% secara tahunan. Sebenarnya dari sisi
top line, GOTO mampu mencatatkan pendapatan sebesar Rp 3,38 triliun per Juni 2022. Capaian ini mengembang 73,32% secara tahunan atau
year on year (YoY) dari Rp 1,96 triliun per Juni 2021. Cheril menyebut investor bisa
wait and see terlebih dulu, sambil mencermati informasi lebih lanjut terkait strategi GOTO dalam menjaga stabilitas harga pada periode
lock-up. Teranyar, GOTO menyampaikan pihaknya dan para pemegang saham pra penawaran umum perdana saham alias
initial public offering (IPO) tengah menjajaki kemungkinan penawaran sekunder setelah periode
lock-up. Rencananya penawaran di pasar sekunder ini akan dilakukan setelah berakhirnya periode lock-up atas saham tersebut pada 30 November 2022. Nantinya GOTO hanya memfasilitasi pemegang saham yang akan melepas sahamnya di pasar negosiasi.
Baca Juga: Kinerja Mitra Adiperkasa (MAPI) Diyakini Masih Positif Hingga Akhir Tahun Dalam keterbukaan informasi, Sekretaris Perusahaan GoTo R. A. Koesoemohadiani menegaskan kalau transaksi terlaksana, perseroan tidak akan mendapatkan penerimaan dana dari hasil penjualan itu.
"Setiap transaksi akan bergantung pada kondisi pasar dan makro ekonomi, maupun faktor-faktor lainnya dan tidak ada jaminan yang diberikan bahwa transaksi tersebut akan dapat terlaksana," paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi