Lockdown dinilai sebagai kesalahan kesehatan terbesar dalam sejarah dunia, mengapa?



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Seorang profesor Universitas Stanford memperingatkan, lockdown atau penguncian wilayah akan dilihat sebagai satu-satunya kesalahan kesehatan masyarakat terbesar dalam sejarah dunia.

Melansir The Telegraph, Jay Bhattacharya, seorang profesor kedokteran, mengatakan ada konsekuensi jaminan yang sangat besar dari menjaga orang di dalam dan mengisolasi mereka dari orang yang mereka cintai selama pandemi Covid-19.

Ahli epidemiologi percaya banyak ilmuwan telah berpegang teguh pada efektivitas yang dirasakan dari kebijakan lockdown, dan tetap meyakini gagasan itu dibanding mengakui kegagalan strategi ini.


"Saya pikir sejarawan masa depan akan melihat kembali kebijakan ini dan mengatakan lockdown adalah kesalahan kesehatan masyarakat terbesar, mungkin terbesar dalam sejarah, dalam hal cakupan kerusakan yang ditimbulkannya," kata Prof Bhattacharya kepada The Telegraph.

Baca Juga: PBB: Jumlah pekerja anak melonjak untuk pertama kalinya dalam dua dekade

"Setiap orang miskin di muka bumi telah menghadapi beberapa kerugian, terkadang bencana besar, dari kebijakan penguncian ini. Hampir sejak awal, penguncian akan memiliki konsekuensi kolateral yang sangat besar, hal-hal yang terkadang sulit dilihat tetapi tetap nyata," tambahnya.

Prof Bhattacharya mencontohkan anak-anak yang dilecehkan di rumah, yang mungkin tidak bisa mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan selama penguncian karena tidak ada orang dewasa yang hadir dan membantu mereka.

Baca Juga: Inilah 10 varian baru virus corona hasil mutasi, kenali gejala dan cara mencegahnya

Selain itu, banyak pasien dengan penyakit serius atau yang mungkin memiliki penyakit yang tidak terdiagnosis enggan ke rumah sakit karena takut tertular virus.

"Semua jenis bahaya itu, saya pikir, bahkan sejak awal sedang terjadi. Namun kita menutup mata terhadap mereka karena kita sangat takut terhadap virus dan sangat terpikat dengan gagasan bahwa penguncian dapat menghentikan virus," jelasnya.

Selanjutnya: China tak dapat ditekan untuk bocorkan lebih banyak data soal corona

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie