KOMUNITAS pecinta mobil sangat beragam. Bukan cuma mobil keluaran terbaru, seperti komunitas pecinta Honda Jazz, Nissan X-Trail, Suzuki APV, atau Toyota Innova, melainkan ada juga komunitas pecinta mobil retro. Asal tahu saja, mobil retro merupakan mobil keluaran zaman dulu alias jadul. Para penggemar mobil retro ini bergabung dalam berbagai komunitas. Ada komunitas pecinta mobil Volkswagen (VW) New Beetle, Ferrari klasik, Peugeot 405 Community, BMW Car Club of Indonesia, Honda Civic Indonesia, Daihatsu Taruna Club, Baleno Club Indonesia, dan masih banyak lagi. Nah, salah satu komunitas yang cukup eksis adalah Japan Retro. Komunitas ini awalnya bernama Corolla Retro. Namun, seiring perkembangan waktu, tidak hanya mobil-mobil buatan Toyota yang menjadi anggota Japan Retro, tapi seluruh mobil made in Dai Nippon. Tentu saja, syarat menjadi anggota komunitas Japan Retro ini harus memiliki mobil buatan Jepang namun usia mobil itu sudah tidak muda lagi, atau lahir pada medio 70-an hingga 80-an. Syarat lainnya, mobil itu harus berpenampilan seperti laiknya mobil reli. Dengan syarat itu, komunitas ini pun rajin menjereng Mitsubishi Lancer SL, Nissan Stanza, Datsun Kotak B310, 120 Y (Pi Ji Way), Toyota Corolla DX, hingga Toyota Corolla 1973. Sang pendiri sekaligus juru bicara Japan Retro, Harin Setioko, bilang bahwa anggota komunitas ini sering kumpul bareng di Speedy Karting, Pan-coran, Jakarta Selatan. Mereka ini kebanyakan mantan pereli ataupun pembalap, yang pernah turun di Grup S saat mereka muda dulu. Grup S adalah kelompok mobil balap tarikan belakang yang dulu kerap melaju di lintasan balap. Nah, lelaki yang akrab disapa Yoko ini menambahkan, Japan Retro menjadi komunitas agar hobi adu cepat para veteran pembalap ini kembali tersalurkan. “Kami berdiri sejak Fe-bruari 2005,” ujar Yoko. Kala awal berdiri, menurut Yoko, ada sekitar 20 anggota yang bergabung di komunitas ini. Mereka kebanyakan berasal dari Jakarta dan sekitarnya. Namun, tidak hanya kalangan usia tua yang menjadi anggota komunitas ini. Tengok saja, ada pula anggota yang masih berusia 20 tahunan. “Syaratnya, ya, mereka penyuka mobil balap retro,” imbuh Yoko. Pada awal terbentuk, lanjut Yoko, kegiatan komunitas Japan Retro hanya sebatas nongkrong bareng. Paling-paling acaranya diisi dengan obrolan seputar mobil old fashion mereka. Nah, “Dari situlah aktivitas berkembang untuk membuat kegiatan balap mobil klasik,” tutur Yoko. Yoko menjelaskan, meski usia mobil itu sudah tua, namun masih bisa dipacu cepat. Maklumlah, para teknisi mobil tua ini mampu melakukan rekayasa teknik dan setting ulang pada mesin. Alhasil, kegiatan balap retro benar-benar bisa terealisasi pada 2006. Bahkan, imbuh Yoko, kegiatan balap retro ini menjadi salah satu kegiatan utama Japan Retro. Alasannya sederhana, mereka ingin membuat kegiatan balap yang terjangkau. “Sebab, balap identik dengan biaya yang mahal. Kalau balap retro ini cuma butuh modal mobil seharga Rp 40 juta,” tandas Yoko. Bahkan, pada tahun berikutnya, peserta balap retro ini terus meningkat. Jika pada 2006 hanya sekitar sepuluh anggota yang ikut balapan, angka tersebut berkembang pesat menjadi 25 peserta pada balapan yang digelar pada 2007. Bahkan, pada tahun lalu, peserta balap mobil retro ini sudah mencapai 40 mobil. “Pasalnya, demam mobil retro saat ini tengah melanda masyarakat kota besar,” ujar Yoko. Melalui adu cepat ini, gaung aktivitas komunitas pecinta balap retro pun berubah menjadi wabah yang terus meluas. Komunitas ini pun berkembang luas ke Bandung, Yogyakarta, hingga Surabaya. Bukan itu saja, pengelola Sirkuit Sentul, Bogor, pun memberikan waktu dan kesempatan balap layaknya reli nasional. “Tahun ini, kami akan menggelar enam seri balap retro,” kata Yoko. Rencananya, tahun ini mobil dengan penggerak roda depan (front wheel drive) juga boleh mengikuti balap mobil retro ini, sehingga peserta bisa bertambah banyak. Namun, sebenarnya, kegiatan komunitas ini tidak cuma adu balap atau diskusi antara sesama anggota. Karena, imbuh Iwan Novianto, anggota komunitas, mereka juga juga sering mengikuti kegiatan touring dan ambil bagian dalam pameran otomotif. “Sampai saat ini kami sudah mengikuti kegiatan pameran sebanyak empat kali. Umumnya adalah pameran-pameran mobil klasik,” timpal Iwan, lagi. Yang jelas, dampak lain dari tren mobil retro ini adalah mendongkrak harga jual mobil berusia lanjut. “Harga bisa naik berkali-kali lipat ketimbang harga asal,” ujar Yoko. Danny Roostomo, anggota Japan Retro, membenarkan ucapan Yoko. Danny yang memiliki bengkel mobil retro di Kuningan, Jakarta Selatan, ini mencontohkan, harga mobil Toyota Corolla DX buatan 1980 hingga 1983 bisa mencapai Rp 83 juta hingga Rp 250 juta. “Harga tergantung dari kondisi. Padahal. dulu-dulunya harga mobil tua ini paling mahal cuma “Rp 30 juta,” ujar Danny. Danny sendiri tertarik bergabung dengan komunitas Japan Retro ini karena merasa banyak manfaat yang bisa ia dapatkan. Antara lain, pengetahuan soal mesin dan kemampuan mengutak-atik mobil retro agar menjadi lebih tangguh serta mampu melaju kencang kendati usianya telah senja. Iwan sendiri bergabung dengan Japan Retro lantaran ingin menambah kawan dan relasi. Tapi, yang paling membuatnya betah berada di tengah komunitas adalah saling berbagai ilmu dan informasi bagaimana mencari suku cadang mobil yang sudah mulai langka. “Kepuasannya ketika bersama-sama membangun sebuah mobil retro sesuai keinginan sendiri,” ujar Iwan, bersemangat. Iwan kini mengoleksi tiga mobil merek Datsun yang sudah dimodifikasi. Antara lain adalah Datsun 710 SSS, Datsun B310, dan Datsun T510 Cupe. “Mobil yang sering dipakai balap tipe Datsun 710 SSS,” imbuh lelaki yang mengaku mendapatkan kepuasan dari mobil retro ini. Sejalan dengan perkembangan komunitas mobil retro ini, Yoko mengklaim jumlah anggota Japan Retro saat ini sudah mencapai 100 orang lebih. Sayang, Yoko mengakui selama ini Japan Retro belum memiliki kepengurusan yang benar-benar terstruktur rapi. Maklum saja, lanjut Yoko, pembentukan komunitas ini landasan awalnya hanya untuk menyalurkan nostalgia masa muda belaka. “Sifat keanggotaan komunitas tidak mengikat. Dengan demikian, tidak ada aturan maupun iuran yang mengikat juga,” tandas Yoko. Sehingga, ketika menyelenggarakan kegiatan balap mobil retro, Yoko lebih banyak menyerahkan penyelenggaraan ke Speedy Karting yang biasa dipakai untuk tempat berkumpul. “Istilahnya ada semacam event organizer,” tutur Yoko. Yang sekarang membuat Yoko dan Iwan puyeng adalah, saat adu cepat semakin populer, para anggota komunitas malah semakin jarang berkumpul seperti saat-saat awal mereka berdiri. Rupanya, para anggota lebih senang nongkrong saat ada event-event tertentu saja. Penyebabnya, lanjut Yoko, adalah kesibukan sehari-hari para anggota komunitas. Padahal, menurut Yoko, biasanya pertemuan anggota komunitas setidaknya berlangsung satu atau dua kali dalam sebulan. Namun, setelah beberapa tahun berjalan tradisi itu mulai luntur. Karena itu, agar komunitas Japan Retro tetap bisa bertahan, Yoko berharap pada tahun-tahun mendatang bisa membentuk kepengurusan yang lebih terstruktur lagi. “Kami juga tetap akan memfokuskan kegiatan pada balap retro sebagai kegiatan utama,” tutur dia. Namun demikian, aktivitas kongko atau tukar informasi harus tetap bisa berjalan.
Retro, Bukan Monopoli Jepang KOMUNITAS penggemar mobil retro tak hanya monopoli pemilik mobil Jepang. Ada juga komunitas mobil retro yang lain, seperti para pecinta mobil Alfa Romeo buatan Italia tahun 1970-an. Jenisnya pun bermacam-macam, sebutlah Romeo GTV 1600, 1750, 200s, Giulia 1300, dan 1600. Komunitas mobil ini bernama Alfa Romeo Owner's Club (AROC). “Kami terbentuk pada Februari 2000. Pertimbangannya karena kami sama-sama pemilik dan penyuka Alfa Romeo,” ujar Zafar Idham, Ketua AROC. Selain itu, kata Zafar, komunitas ini terbentuk lantaran ada kesamaan masalah yang dia-lami para pemilik mobil Alfa Romeo. Pasalnya, saat ini agen tunggal pemegang merek (ATPM) Alfa Romeo sudah tidak ada lagi di Indonesia. Itulah alasan terpenting para pemilik mobil asal Negeri Pizza ini membuat komunitas. Dus, tujuan membentuk komunitas itu agar sesama pecinta Alfa Romeo bisa saling membantu dalam urusan servis dan berbagi informasi suku cadang mobil. Maklumlah, suku cadang mobil Alfa Romeo sudah langka di Indonesia. “Kalau ingin membeli yang baru harus berburu ke luar negeri,” ujar Zafar. Zafar menuturkan, awal berdiri, komunitas AROC beranggotakan 25 pemilik Alfa Romeo. Layaknya sebuah komunitas, AROC menggelar berbagai kegiatan. Salah satu mata acara yang kerap kali mereka ikuti adalah jalan-jalan (touring). Selain itu, anggota komunitas Alfa Romeo juga mengikuti kegiatan balap mobil retro. Sayangnya, aktivitas AROC saat ini bisa dibilang sedang meredup. Pasalnya, komunitas yang sekarang bermarkas di Jalan Banjar No.656 Mega Cinere, Depok, ini sudah menyusut jumlah anggotanya. “Hampir tiga bulan setelah pindah markas dari Jalan Ciputat Raya No. 121 Pondok Pinang, Jakarta Selatan, kami tidak punya kegiatan apa pun,” tutur Zafar. Kendati begitu, Zafar menampik bahwa AROC ogah bubar. “Walaupun pemilik Alfa Romeo sekarang semakin langka, klub kami masih tetap eksis,” kata Zafar. Maka, AROC berencana menggiatkan kembali aktivitas anggota komunitas dengan beberapa kegiatan, seperti touring dan balap retro.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News