Longgarkan aturan GWM averaging dan PLM, BI: Likuiditas perbankan cukup



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia menaikkan porsi pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) rerata atau GWM averaging dari semula 2% menjadi 3% dari dana pihak ketiga (DPK). Selain itu, BI juga mengerek rasio penyangga likuditas makroprudensial (PLM) dari sebelumnya 2% menjadi 4%.

Asal tahu saja, realisasi rasio kredit dibanding dana pihak ketiga (DPK) atau loan to deposit ratio (LDR) mencapai 94% per Agustus lalu. Kendati demikian, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan tersebut bukan diambil lantaran kondisi likuiditas perbankan yang dianggap mengkawatirkan.

"Secara agregat, BI menilai likuiditas di perbankan maupun pasar uang itu cukup. Ini ditunjukkan oleh rasio likuiditas yang terjaga 19,2% pada bulan September, bahkan lebih tinggi dari posisi Agustus yang sebesar 18,3%," tegas Perry, Kamis (15/11).


Perry bilang, BI mencermati distribusi likuditas antarbank, baik antar kelompok bank besar, bank kecil, maupun distribusi likuiditas antara individual bank.

"Untuk meningkatkan fleksibilitas dan distribusi likuiditas antarbank tadi, itulah dasar kami mengeluarkan ketentuan GWM averaging maupun PLM," lanjut Perry.

GWM Primer saat ini sebesar 6,5% dari DPK. Adapun, porsi GWM rata-rata dari keseluruan kewajiban pemenuhan GWM tersebut adalah 2%. Dengan keputusan BI terbaru dalam RDG kali ini, maka porsi pemenuhan tersebut naik menjadi 3%.

Sementara, rasio penyangga likuditas makroprudensial (PLM) juga dinaikkan menjadi 4%. Sebelumnya, bank hanya 2% dari total 4% PLM yang dapat direpokan ke BI. Artinya, bank dapat menggunakan PLM yang merupakan surat-surat berharga secara keseluruhan sebagai underlying untuk melakukan repo ke BI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi