SURABAYA. Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia semakin diperhitungkan. Ibu kota Jawa Timur ini telah bertransformasi demikian signifikan sehingga menjadi incaran perusahaan-perusahaan nasional dan juga multinasional merealisasikan ekspansi bisnisnya. Hal tersebut terindikasi dari menjamurnya pengembangan pusat belanja (ritel), perkantoran, apartemen, dan perhotelan. Bahkan merek-merek internasional yang sebelumnya hanya bisa ditemui di Jakarta, kini juga merambah Surabaya. Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, mengemukakan, Surabaya memperlihatkan pertumbuhan cukup tinggi terutama di subsektor perkantoran. Semua wilayah, kecuali Surabaya Utara, yakni pusat, barat, selatan, dan timur, berkembang pesat.
"Jika pada 2014, jumlah perkantoran secara kumulatif seluas 291.262 meter persegi, maka dalam kurun tiga tahun mendatang yakni 2015-2018 akan bertambah menjadi 800.000 meter persegi. Jumlah ini berasal dari 19 gedung," papar Ferry kepada
Kompas.com, Selasa (13/1/2014). Dengan demikian, lanjut Ferry, Surabaya mengalami lonjakan gedung perkantoran sebesar 200 persen! Menariknya, kata Ferry, pengembangan perkantoran mengalami pergeseran. Dari sebelumnya terkonsentrasi di Surabaya Pusat, seperti Jl Embong Malang, dan Jl Tunjungan, mulai menyebar ke selatan, timur dan barat seiring pesatnya pengembangan properti multifungsi. "Pengembangan perkantoran di ketiga wilayah tersebut merupakan bagian dari komponen pembangunan properti multifungsi. Selain perkantoran terdapat juga apartemen dan pusat belanja. Ini dilakukan untuk menarik densitas populasi sekaligus menghidupkan kegiatan bisnis dalam satu area," tutur Ferry. Terbatasnya ketersediaan lahan dan rencana pembangunan infrastruktur terpadu seperti jalan lingkar luar (middle east ring road atau MERR), mass rapid transit (MRT) merupakan stimulan yang mendorong ledakan perkantoran di sana. Dia melanjutkan, strategi tersebut terbukti berhasil meningkatkan tingkat serapan. Alhasil sepanjang 2010-2014, tingkat serapan lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan pasokan sekitar 4 persen menjadi 87,3 persen. Pada gilirannya, tingginya tingkat serapan ini memacu kenaikan harga sewa sebesar 14,3 persen menjadi rerata sekitar Rp 99.662 per meter persegi per bulan. Apartemen Seperti halnya perkantoran, pola distribusi apartemen juga semakin merata, yakni di Surabaya barat, selatan dan timur. Kendati pasar apartemen di Kota Pahlawan ini hanya 12 persen dari jumlah unit apartemen di Jakarta namun pertumbuhannya begitu tinggi yakni 142 persen. Pasokan pada 2015 hingga 2018 mendatang sebanyak 25.844 unit yang berasal dari 27 proyek. Demikian halnya dengan tingkat serapan yang berada pada posisi 80 persen menstimulasi meroketnya harga jual. Menurut Ferry, jika harga jual pada 2012 rerata Rp 14,7 juta per meter persegi untuk apartemen kelas menengah, pada 2013-2014 berubah menjadi rerata Rp 17,9 juta. Sementara harga apartemen kelas atas saat ini berada pada posisi rerata Rp 35 juta per meter persegi. Pusat belanja Berlakunya moratorium pusat belanja di Jakarta membuat peritel-peritel macam Mitra Adi Perkasa Group, Transmahagaya Group, dan Valiram Group, memalingkan orientasi ekspansinya ke Surabaya. Tingkat kebutuhan ruang ritel pun melesat cepat. Sementara pasokan pusat belanja eksisting terbatas. Mudah ditebak bila kemudian para peritel mengincar pusat-pusat belanja yang masih dalam tahap pengembangan. Sebut saja H&M dan Uniqlo yang sudah memberikan komitmen terhadap pusat belanja yang masih dalam tahap konstruksi. Selain merek kelas menengah di atas, Surabaya juga menjadi wilayah ekspansi brand premium macam Louis Vuitton, Burberry, Balenciaga, Yves Saint Laurent, Boss, Michael Kors, Toni Dress, Rolex, Tag Heuer dan Victoria's Secret yang akan buka di Tunjungan Plaza V. Menariknya, gerai Michael Kors dan Tonis Dress di Surabaya ini merupakan yang pertama di Indonesia! Beberapa peritel lainnya juga tak kalah ekspansif, seperti Marks and Spencer, Zara, Stradivarius, Cotton On, New Look, dan lain-lain. Masuknya nama-nama beken tersebut berkontribusi besar terhadap kinerja tingkat hunian pusat belanja sekitar 87 persen atau naik 3,2 persen secara tahunan 2013-2014. Demikian halnya dengan sewa yang naik menjadi sekitar Rp 310.000-Rp 350.000 per meter persegi per bulan. Ada pun jumlah pasokan hingga 2018 mendatang akan sebesar 350.750 meter persegi yang berasal dari 14 pusat belanja. Hotel Setelah mengalami stagnasi selama lebih dari satu dekade, sektor perhotelan Surabaya kembali bangkit. Sepanjang 2014, kota ini dipenuhi lima hotel bintang tiga baru dengan jumlah kamar sebanyak 724 unit. Sementara hotel bintang lima diisi oleh Pullman yang menggantikan Meritus Surabaya City Center. Sehingga secara kumulatif, terdapat 7.865 kamar hingga Desember 2014.
Jumlah tersebut akan berubah seiring pesatnya pengembangan hotel baru akibat tingginya permintaan terkait bisnis MICE (meeting, incentives, convention and exhibition), dan turis domestik. "Hingga 2017 mendatang terdapat 7.242 kamar dari 36 hotel baru yang didominasi kelas bintang tiga sebesar 51 persen. Sementara bintang 4 sebanyak 41 persen dan bintang lima sebanyak 5 persen," tutur Ferry. Dari segi tingkat pengisian kamar (TPK), kinerja hotel Surabaya memang menurun menjadi sekitar 55 persen. Namun tarif rerata harian justru meningkat. Untuk hotel bintang tiga naik tipis 1,63 persen. Diikuti hotel bintang lima yakni 3,79 persen dan hotel bintang empat sebesar 13,91 persen. (Hilda B Alexander) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa