JAKARTA. Harga batubara ditutup menguat tertinggi sepanjang enam bulan terakhir pada Jumat (27/2) silam. Salah satu pendorong harga batubara adalah kembalinya pertumbuhan ekonomi China ke jalur ekspansif. Mengutip
Bloomberg, Jumat (27/2) harga batubara kontrak pengiriman Maret 2015 di bursa ICE Futures Europe Commodity mencatatkan lonjakan sebesar 6% ke level US$ 71,45 per mmbtu dibanding penutupan hari sebelumnya. Sepekan terakhir pun harga batubara telah naik 5,5%. Guntur Tri Hariyanto, Analis Pefindo menuturkan bahwa penguatan yang dialami oleh batubara terkait pengurangan produksi yang dilakukan oleh beberapa produsen utama batubara. Pengurangan itu akan dilakukan antara lain oleh Glencore, Rio Tinto, dan Vale.
Produsen Glencore sendiri mengumumkan akan memangkas produksi tahun 2015 sebanyak 15 juta ton. “Pemangkasan ini naik sebesar 20% dari jumlah pemangkasan tahun lalu,” papar Guntur. Sebelumnya, beberapa waktu lalu Glencore juga sudah melakukan stop produksi selama tiga minggu untuk tambang di Australia serta mengurangi produksi tambang di Afrika Selatan sebanyak 5 juta ton. Sedangkan divisi batubara Rio Tinto mengalami penurunan produksi batubara lebih dari 1 juta ton di 2013-2014. “Tahun ini diprediksi akan turun 3,3 juta ton atau turun 15% dari tahun sebelumnya,” jelas Guntur. Apalagi saat ini, Rio Tinto akan melakukan penghematan biaya dengan menggabungkan divisi batubara dan divisi tembaga miliknya. Terakhir Vale juga sudah memberikan sinyal bahwa kemungkinan untuk melanjutkan tambang batubara miliknya di Australia sangat kecil. Nilai buku tambang Vale di Australia sudah turun sebanyak 70% sepanjang 2014. Meskipun terjadi tren pemangkasan yang bisa buat harga melonjak namun saat ini pasokan di pasar masih berlebih. Ditambah lagi munculnya produsen yang baru juga masih tinggi. Sementara dari sisi permintaan belum membaik. “Permintaan batubara dari China di 2014 tercatat menurun 2,9%. Bukan tidak mungkin berlanjut di tahun ini,” tambah Guntur. Guntur menduga lonjakan harga batubara akan kembali tertahan karena faktor permintaan yang masih diprediksi lesu. “Hari ini bisa kembali turun, walaupun turun tipis,” katanya. Selain perkara produksi, Ibrahim, Analis dan Direktur PT Equilbrium Komoditi Berjangka menganalisis pergerakan yang terjadi pada batubara ini terjadi karena dorongan data ekonomi China. Dari sebelumnya yang terlihat melambat, kini perekonomian China kembali menggeliat. Ini ditunjukkan oleh rilis data HSBC Final Manufaktur China bulan Februari 2015 yang naik lagi ke level 50,7 setelah sebelumnya pada Januari 2015 berada di 50,1. “Tapi sayangnya kenaikan yang tajam ini tidak akan mengalami lonjakan besar lagi,” kata Ibrahim. Penyebabnya, rilis data ekonomi yang bagus tidak dibarengi dengan kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral China. Pada Minggu (1/3) lalu, Bank Sentral China memutuskan untuk kembali memangkas suku bunganya. Suku bunga China kini berada di 5,35% setelah dipangkas sebesar 25 basis poin. Tidak hanya itu, Pemerintah dan Bank Sentral China telah menetapkan bahwa pertumbuhan ekonomi China tahun 2015 ini hanya sebesar 7%. “Melihat keadaan ini, berarti China masih pesimis dengan pertumbuhan ekonominya dan bisa saja kembali menurunkan cadangan rasionya,” tambah Ibrahim. Pasar masih sedang menanti apakah ada kemungkinan untuk pemerintah dan bank sentral China melakukan pelonggaran stimulus lanjutan. Pasalnya, pemangkasan suku bunga ini merupakan yang kedua kalinya dalam tiga bulan terakhir. Walaupun begitu dari sisi Amerika Serikat masih memberikan peluang bagi harga batubara untuk kembali bertahan di range sempit. “Meski saat ini index dollar AS terus melambung bahkan menyentuh level 95,49 tapi rilis data ekonomi masih belum memuaskan,” papar Ibrahim. Pada Jumat (27/2) data Prelim GDP AS kuartal empat bergerak di angka 2,2% atau di bawah kuartal sebelumnya yakni 2,4%. Selain itu pada Senin (2/3), rilis data ISM Manufaktur AS Februari 2015 diprediksi menurun menjadi 53,4 dari 53,5 pada bulan Januari 2105. Data ekonomi ini memberikan sinyal bahwa pertumbuhan ekonomi AS belum cukup baik untuk mendorong kenaikan suku bunga dalam waktu dekat. “Ada nafas lega di pasar, peluang kenaikan suku bunga baru bisa kembali diperkirakan pada Juni hingga Agustus mendatang,” duga Ibrahim. Begitu pun, ternyata data ekonomi yang kurang prima tidak membuat kenaikan index dollar AS lantas tertahan. Level index USD saat ini sudah berada sangat tinggi, sehingga menahan pergerakan batubara. Menurut Ibrahim, seharusnya ada peluang bagi harga batubara untuk kembali naik tajam tapi tertahan oleh kekuatan index dollar AS. “Tapi bukan berarti tidak bisa naik, hanya saja kenaikan masih tipis. Pergerakan masih cenderung flat,” kata Ibrahim. Fokus utama dari pergerakan harga batubara adalah index dollar AS. Jika rilis data ekonomi AS kembali buruk, bisa aja USD koreksi dan itu menjadi peluang bagi batubara kembali naik.
Secara teknikal, saat ini bollinger band dan moving average (MA) bergerak 50% di atas bollinger tengah yang mengindikasikan ajakan untuk terus bergerak naik. Indikator stochastic dan relative strength index (RSI) keduanya bergerak datar alias masih wait and see. Sedangkan garis moving average convergence divergence (MACD) berada di area 60% negatif yang menunjukkan peluang untuk koreksi. “Baik fundamental dan teknikal sama-sama tertahan. Peluang naik ada tapi sangat tipis cenderung stagnan,” papar Ibrahim. Dugaan Ibrahim harga batubara hari ini bergulir di kisaran support US$ 71,00 per mmbtu dan resistance US$ 71,85 per mmbtu. Untuk sepekan ke depan harga batubara di sekitar US$ 70,00 – US$ 73,00. Sedangkan Guntur menduga harga batubara melemah kembali di kisaran US$ 68 – US$ 71 per mmbtu di hari ini. Sedangkan sepekan mendatang di sekitar US$ 67 – US$ 70 per mmbtu. "Ini karena melihat peluang permintaan yang masih lesu," tutupnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto