KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, tekanan besar terhadap penerimaan pajak di awal 2025 dipicu oleh lonjakan restitusi, terutama dari sektor komoditas.

Meski begitu, pemulihan mulai terlihat sejak Maret dan mencapai pertumbuhan signifikan pada Juni 2025.

"Untuk netonya kita lihat memang jauh lebih dalam kontraksi di bulan Januari 2025 mencapai 41,9%. Ini karena restitusi cukup besar," ujar Sri Mulyani dalam Rapat dengan Banggar DPR RI, Selasa (1/7).

Sustainalytics Nobatkan Bank Mandiri Peringkat ESG Risk Rating Tertinggi ASEAN

Kendati begitu, restitusi pajak kembali membebani penerimaan pada bulan Mei, terutama akibat perubahan regulasi yang menjadikan komoditas batubara sebagai objek pajak pertambahan nilai (PPN).

Baca Juga: Lewat Deregulasi, Kemenkeu Pastikan Restitusi dan Pemeriksaan Pajak Lebih Sederhana

Kebijakan ini, secara langsung menimbulkan klaim restitusi besar dari pelaku usaha di sektor tambang.

"Ini menimbulkan restitusi yang cukup besar kepada penerimaan terutama komoditas batubara kita," katanya.

Meski restitusi masih membayangi, perbaikan kinerja mulai terlihat. Setelah sempat terkontraksi pada Januari-Februari, penerimaan pajak kembali tumbuh positif pada Maret 2025 (3,5%) dan April (5,8%). Pada Juni 2025, pertumbuhan penerimaan pajak menyentuh double digit atau 10,9%.

"Ini memberi harapan bahwa di semester II kita bisa berharap untuk stabilisasi di penerimaan pajak," imbuh Menkeu.

Baca Juga: Lonjakan Restitusi Menggerus Setoran Pajak

Adapun, Kemenkeu menetapkan outlook penerimaan pajak tahun 2025 ini akan kembali mengalami shortfall.

Pasalnya, outlook penerimaan pajak 2025 diperkirakan hanya mencapai Rp 2.076,9 triliun atau 94,9% dari target Rp 2.189.3 triliun.

Dengan begitu, shortfall penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 112,4 triliun, atau dua kali lipat dari shortfall penerimaan pajak tahun lalu yang mencapai Rp 56,5 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News