Lonjakan Yield US Treasury Masih Menekan Pasar Surat Utang Domestik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidakpastian pasar telah mengurangi minat investor termasuk pada instrumen surat utang. Sebagian besar investor tanah air masih bersikap siaga dan menanti lebih lanjut arah suku bunga.

Tekanan pasar surat utang domestik tercemin dari lonjakan imbal hasil dan terkoreksinya harga. Yield SUN Tenor 10 Tahun sebagai acuan pasar telah kembali merangkak naik pada hari ini ke level 6,84% dari level kemarin sekitar 6,80%.

Aktivitas lelang Surat Utang Negara (SUN) pun mencatatkan hanya sedikit penawaran masuk sebesar Rp 16,99 triliun di Selasa (17/10) kemarin. Ini menjadikan penawaran masuk lelang SBN ataupun SBSN tercatat turun dalam tiga kali lelang yang dilaksanakan selama bulan Oktober.


Head of Fixed Income Trimegah Asset Management Darma Yudha melihat, suku bunga tinggi The Fed masih menjadi penyebab utama tekanan bagi pasar SUN. Inflasi yang masih belum sesuai target The Fed menimbulkan ekspektasi bahwa suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama.

Baca Juga: Green Bond BRI Senilai Rp 6 Triliun Resmi Tercatat di Bursa Efek Indonesia

Pasar menilai ekonomi Amerika Serikat (AS) cukup tangguh dengan data penjualan ritel meningkat lebih dari dua kali lipat dari perkiraan pasar sebesar 0,3% MoM menjadi 0,7% MoM di bulan September 2023. Serta, data produksi industri AS secara tak terduga meningkat 0,3% MoM di bulan September yang mematahkan perkiraan pasar data tersebut akan bergerak flat 0%.

Alhasil, ketangguhan ekonomi Amerika dengan mempertahankan suku bunga tinggi berpengaruh pada naiknya yield obligasi AS. Mengutip tradingeconomics, yield US Treasury tenor 10 sempat menyentuh level 4,85% di hari ini, Rabu (18/10), yang merupakan level tertinggi sejak Agustus 2007.

Terlebih lagi, Darma mengatakan, terdapat rencana penerbitan surat utang cukup besar di Amerika Serikat pada kuartal terakhir tahun ini. Hal tersebut karena hampir 25% dari total utang AS akan jatuh tempo kurang lebih 1 tahun lagi.

“Dengan banyaknya ketersediaan obligasi, maka membuat koreksi pada harga dan meningkatkan yield US Treasury. Kenaikan yield obligasi AS akan mempengaruhi pergerakan yield obligasi Indonesia juga akibat spread yang semakin menipis,” jelas Darma kepada Kontan.co.id, Rabu (18/10).

Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih akan menahan suku bunga di level 5,75% pada pertemuan Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Oktober hari Kamis (19/10). Di sisi lain, The Fed kemungkinan besar akan mengerek suku bunga satu kali lagi sebesar 25 bps ke level 5,5% - 5,75% di awal November 2023.

Darma menambahkan, inflasi domestik walaupun terjaga tetapi beberapa harga bahan pokok seperti beras terpantau naik yang cukup mengkhawatirkan pasar. Namun, faktor global memang lebih mempengaruhi yang telah menciptakan kondisi ketidakpastian di pasar.

“Eskalasi konflik antara Israel – Hamas turut menambah sentimen ketidakpastian, salah satunya berdampak pada lonjakan harga komoditas. Alhasil, banyak orang yang flight to safety ke dolar AS untuk mencari perlindungan,” imbuhnya.

Baca Juga: Lelang SUN Catat Penawaran Rp 16,98 Triliun, Pemerintah Menangkan Rp 10,2 Triliun

Menurut Darma, yield SUN Tenor 10 tahun sebagai acuan berpotensi akan berada di kisaran 6,5% - 6,7% di akhir tahun ini. Investor akan bersikap wait and see atau lebih berhati-hati untuk mencerna keputusan lebih lanjut dari suku bunga dan inflasi AS.

Oleh karena itu, Darma menyarankan strategi bagi investor surat utang untuk mencermati tenor-tenor pendek kurang dari tiga tahun, baik itu obligasi pemerintah ataupun obligasi korporasi. Sebab, kredit risiko semakin turun dan volatilitas obligasi tenor pendek cukup kecil dibandingkan tenor panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi