JAKARTA. Indonesia bukan saja menjadi eksportir pembantu rumah tangga (PRT) yang kualitasnya pun masih jauh dibanding negara tetangga Filipina yang lebih fasih berbahasa Inggris. "Makanya pemerintah terus membuka negosiasi untuk pengiriman tenaga kerja dengan kemampuan yang bisa diperhitungkan," ucap Direktur Jenderal Penempatan Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tjetje Al Anshori kepada KONTAN, Jumat (8/8). Tjetje menjelaskan, kesepakatan pengiriman tenaga perawat dan pengasuh jompo merupakan salah satu buah keberhasilan negosiasi yang dilakukan pemerintah. Kesepakatan itu bagian dari rangkaian kerjasama Economic Partnership Agreement (EPA) Indonesia dengan Jepang yang diteken Agustus 2007 dan mulai berlaku efektif 1 Juli 2008. Nah untuk memenuhi kuota yang diberikan Jepang, yakni 1.000 orang perawat dan pengasuh jompo selama dua tahun 2008-2009, pemerintah membuka selebar-lebarnya kesempatan bagi perawat Indonesia untuk ikut serta berpartisipasi. "Dengan terbatasnya waktu yang ada pada gelombang pertama, jadinya kita hanya bisa mengirimkan 208 orang perawat dan pengasuh jompo tanggal 6 Agustus 2008," katanya. Selanjutnya, sambung Tjetje, pemerintah akan kembali menerbangkan perawat dan pengasuh jompo yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang. Bahkan, lanjut dia, ada negosiasi ulang antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang soal proses pengiriman tenaga kerja perawat dan pengasuh jompo. Yakni soal proses pendidikan tenaga perawat dan pengasuh jompo selama enam bulan untuk dilatih berbahasa Jepang dan mengerti bahasa kanji Jepang yang banyak melekat di alat-alat kesehatan di Rumah Sakit di Jepang. Terlempar wacana dari pemerintah Jepang baru-baru ini, kalau proses pelatihan tersebut digelar di Indonesia saja. "Atau paling tidak, tiga bulan belajar di Jepang dan tiga bulan di Indonesia. Setelah itu harus ikut ujian lagi apakah lulus jadi tenaga kerja perawat ke Jepang untuk itu pembahasan masih akan dilakukan terus," ujar Tjetje lagi. Pembahasan mengenai hal itu juga terkait rencana pengiriman tenaga kerja profesional lainnya ke Jepang. "Kami usul juga agar bisa mengirim tenaga kerja di bidang industri seperti mekanik karena selama ini kan kita hanya mengirim tenaga magang tapi yah bagusnya yang bisa berbahasa Jepang," paparnya. Perlu diketahui, Indonesia sebenarnya telah mengekspor tenaga perawat sejak tahun 80an. Hanya saja memang, pengiriman tenaga perawat selama ini baru ditujukan kepada negara-negara di kawasan teluk. Seperti Kuwait dan Uni Emirat Arab serta ke negara kecil Taiwan. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Mohammad Jumhur Hidayat menambahkan, setelah mengirimkan tenaga perawat dan pengasuh jompo ke Jepang, pemerintah melirik Malaysia dan negara timur tengah lainnya selain Uni Emirat Arab dan Kuwait.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Lowongan Perawat di Jepang Terbuka Lebar
JAKARTA. Indonesia bukan saja menjadi eksportir pembantu rumah tangga (PRT) yang kualitasnya pun masih jauh dibanding negara tetangga Filipina yang lebih fasih berbahasa Inggris. "Makanya pemerintah terus membuka negosiasi untuk pengiriman tenaga kerja dengan kemampuan yang bisa diperhitungkan," ucap Direktur Jenderal Penempatan Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tjetje Al Anshori kepada KONTAN, Jumat (8/8). Tjetje menjelaskan, kesepakatan pengiriman tenaga perawat dan pengasuh jompo merupakan salah satu buah keberhasilan negosiasi yang dilakukan pemerintah. Kesepakatan itu bagian dari rangkaian kerjasama Economic Partnership Agreement (EPA) Indonesia dengan Jepang yang diteken Agustus 2007 dan mulai berlaku efektif 1 Juli 2008. Nah untuk memenuhi kuota yang diberikan Jepang, yakni 1.000 orang perawat dan pengasuh jompo selama dua tahun 2008-2009, pemerintah membuka selebar-lebarnya kesempatan bagi perawat Indonesia untuk ikut serta berpartisipasi. "Dengan terbatasnya waktu yang ada pada gelombang pertama, jadinya kita hanya bisa mengirimkan 208 orang perawat dan pengasuh jompo tanggal 6 Agustus 2008," katanya. Selanjutnya, sambung Tjetje, pemerintah akan kembali menerbangkan perawat dan pengasuh jompo yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang. Bahkan, lanjut dia, ada negosiasi ulang antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang soal proses pengiriman tenaga kerja perawat dan pengasuh jompo. Yakni soal proses pendidikan tenaga perawat dan pengasuh jompo selama enam bulan untuk dilatih berbahasa Jepang dan mengerti bahasa kanji Jepang yang banyak melekat di alat-alat kesehatan di Rumah Sakit di Jepang. Terlempar wacana dari pemerintah Jepang baru-baru ini, kalau proses pelatihan tersebut digelar di Indonesia saja. "Atau paling tidak, tiga bulan belajar di Jepang dan tiga bulan di Indonesia. Setelah itu harus ikut ujian lagi apakah lulus jadi tenaga kerja perawat ke Jepang untuk itu pembahasan masih akan dilakukan terus," ujar Tjetje lagi. Pembahasan mengenai hal itu juga terkait rencana pengiriman tenaga kerja profesional lainnya ke Jepang. "Kami usul juga agar bisa mengirim tenaga kerja di bidang industri seperti mekanik karena selama ini kan kita hanya mengirim tenaga magang tapi yah bagusnya yang bisa berbahasa Jepang," paparnya. Perlu diketahui, Indonesia sebenarnya telah mengekspor tenaga perawat sejak tahun 80an. Hanya saja memang, pengiriman tenaga perawat selama ini baru ditujukan kepada negara-negara di kawasan teluk. Seperti Kuwait dan Uni Emirat Arab serta ke negara kecil Taiwan. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Mohammad Jumhur Hidayat menambahkan, setelah mengirimkan tenaga perawat dan pengasuh jompo ke Jepang, pemerintah melirik Malaysia dan negara timur tengah lainnya selain Uni Emirat Arab dan Kuwait.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News