KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sudah 35 tahun, Indaryanto meniti karier di Grup PT Pembangunan Perumahan Tbk atau PT PP. Kini, dia menjabat sebagai Direktur Keuangan PT PP Properti Tbk, anak usaha PT PP. Meski telah lebih dari tiga dekade, tak sedikitpun sempat terlintas untuk berganti perusahaan. Loyalitas ala Jepang menjadi pegangannya dalam bekerja. Indaryanto adalah anak kota. Dia lahir di Bandung, Jawa Barat, pada 15 April 1959 lalu. Dia menetap di Kota Kembang hingga lulus sekolah menengah umum (SMU) pada tahun 1977. Barulah, pada tahun 1983 dia keluar sangkar dengan hijrah ke Kota Gudeg, Yogyakarta. Bukan karena mengikuti orang tua pindah rumah, melainkan Indaryanto diterima di Universitas Gadjah Mada (UGM), Jurusan Akuntansi. "Yogyakarta itu tempat yang sangat berkesan bagi saya, karena banyak nilai yang saya dapat sampai mendapatkan cinta yang saat ini menjadi istri saya," katanya, mengawali cerita kepada KONTAN, Jumat (8/2).
Sulung dari enam bersaudara itu mengaku, niatan untuk mengenyam pendidikan di UGM sempat mendapatkan tentangan dari ibunda. Maklum, orangtua ingin anaknya tetap berada dekat dengan mereka. Toh, di Bandung juga ada Universitas Padjajaran yang tak kalah bagus ketimbang UGM. Hanya, tekad Indaryanto kadung bulat. Kala itu dia merasa harus merantau ke Yogyakarta agar bisa belajar hidup survive dan mandiri. Akhirnya, luluhlah pertahanan sang ibunda. Indaryanto sengaja memilih Jurusan Akuntansi. Dia mengaku, pilihan jurusan tersebut adalah cerminan dari teladan dan filosofi hidup keluarganya sejak kecil. Kedua orangtuanya selalu mengajari tentang keteraturan dan perencanaan. Dia merasa, Ilmu Akuntansi yang banyak menawarkan hitung-hitungan, sejalan dengan ajaran hidup itu. Dunia akuntansi dan keuangan dekat dengan suatu perencanaan keuangan, baik perencanaan yang bersifat pribadi maupun perencanaan perusahaan. Kebetulan, Indaryanto juga gemar membuat perencanaan untuk keuangan. Sementara secara umum, perencanaan juga diperlukan dalam setiap langkah kehidupan. Indaryanto percaya, kehidupan di masa mendatang tergantung pada kehidupan saat ini. Oleh sebab itu, hidup tanpa perencanaan tidak akan membuat seseorang mencapai tujuan hidup yang diinginkan. Meskipun rajin mengikuti perkuliahan, selama kuliah di UGM, Indaryanto tak hanya berkutat di kelas. Dia mengisi kesibukan dengan aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan. Sebut saja Organisasi Mahasiswa Islam dan Dewan Mahasiswa. Dari kegiatan berorganisasi itu, Indaryanto baru tahu jika banyak pula pengetahuan dan pengalaman yang didapat. Perencanaan juga diperlukan dalam menjalankan keorganisasian. Alhasil, dia semakin fasih menerapkan sistem perencanaan, aksi dan evaluasi dalam kehidupannya. Dengan kemampuan untuk melakukan perencanaan, bukan berarti semua jalan hidup Indaryanto terukur. Namanya manusia, tentu banyak hal yang di luar kendali. Kalau sudah begitu, dia hanya bisa berpasrah kepada Tuhan. Misalnya saja pada saat Indaryanto mencari pekerjaan. Kala itu, tahun 1984, dia hanya bisa membayangkan untuk bekerja perusahaan BUMN seperti PT PP. "Jadi waktu itu, saya berdoa minta kepada Allah untuk mendapatkan pekerjaan yang terbaik," kenangnya. Doa Indaryanto terkabul. Dia kemudian diterima masuk sebagai karyawan PT PP pada tahun 1984. Hingga detik ini, dia merasa tak salah pilihan karena perusahaan tersebut memberikan banyak pengalaman manis. Mulai dari jalan-jalan ke luar negeri hingga mendapatkan fasilitas pendidikan di luar negeri. Indaryanto berkisah, pernah mendapatkan kesempatan pelatihan selama dua minggu di Jepang. Karena ada kesempatan ke luar negeri, jiwa petualangannya pun keluar. Usai pelatihan, dia memutuskan untuk tidak langsung kembali ke Indonesia tapi mengunjungi berbagai negara tetangga. Indaryanto pun berkeliling mengunjungi Hong Kong, Singapura, dan Malaysia. Lalu pada tahun 1992 Indaryanto mendapatkan kesempatan untuk bersekolah S2 di ADL Management Education Institute, Boston, Amerika Serikat. Dia mengambil Magister of Management. Jelas, itu adalah pengalaman berharga untuk memperdalam pendidikan tentang ekonomi. Setelah mengunjungi Benua Asia dan Amerika, Indaryanto kemudian ingin berkesempatan menjejakkan kaki di Eropa. Nasib baik datang karena lagi-lagi dia mendapatkan kesempatan dari perusahaan untuk pergi ke Benua Biru itu. Jadi, Indaryanto mendapatkan kesempatan ke Eropa melalui kunjungan hibah. Pada saat itu, dia mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi tiga negara sekaligus, yakni Denmark, Swedia, dan Finlandia. Secara tak langsung, berbagai pengalaman mengunjungi banyak negara tersebut kemudian membuat Indaryanto memiliki hobi melancong. Banyak perbedaan yang dia lihat di tiap-tiap negara yang dikunjungi. Salah satu yang berkesan adalah Belanda yang memiliki kincir angin besar dan masyarakat yang gemar bersepeda. Loyalitas Berbagai pengalaman berharga dan fasilitas yang diberikan perusahaan tersebut, dibalas Indaryanto dengan loyalitas bekerja selama 35 tahun. Namun, bukan karena itu saja dia mengaku setia dengan Grup PT PP. Entah kebetulan atau tidak, saat masih kecil Indaryanto gemar membaca buku tentang Negara Jepang. Buku tersebut mengajarkan tentang loyalitas. Sejauh yang dia ingat, buku tersebut menceritakan jika Orang Jepang ternyata jarang yang berpindah-pindah pekerjaan. "Jadi memang dari pengetahuan itu dan kepercayaan saya terhadap pekerjaan ini yang terbaik yang diberikan Allah," katanya. Lagi pula, Indaryanto merasa nyaman bekerja di Grup PT PP. Selama puluhan tahun berkarier di sana, dia merasa semangat kekeluargaan di perusahaan tersebut sangat besar. Indaryanto memegang filosofi bahwa pekerjaan menjadi tempat ibadah dan merupakan pilihan yang sudah digariskan oleh Sang Pencipta. Dengan keyakinan tersebut, tak pernah sedetik pun Indaryanto pernah berpikir untuk keluar dari perusahaan yang telah membesarkannya. Padahal kalau diingat-ingat pada awal bekerja di Grup PT PP, Indaryanto hanya membawa pulang gaji Rp 170.000 per bulan. Sementara teman-temannya yang kala itu lebih banyak memilih bekerja di IBM mendapatkan gaji yang jauh lebih besar. Namun kondisi tersebut tak membuat Indaryanto ciut hati. Dia menyebut, pengalaman hidup di Yogyakarta menjadi salah satu faktor bisa bertahan di perusahaan. Dia ingat, di Yogyakarta hanya membutuhkan uang Rp 15.000 setiap bulan untuk bertahan hidup. Budaya hidup sederhana seperti orang-orang Jawa tersebut yang secara tidak sadar dia pegang. Selama berkarier, Indaryanto merasakan aneka ragam pengalaman. Pada era tahun 1989-1991 misalnya, dia pernah dikirim ke Medan, Sumatra Utara. Teman-temannya pun mengingatkan jika Medan pada waktu itu, adalah daerah yang kuat dengan ilmu santet. Tantangan itu semakin menjadi berat lantaran Indaryanto harus meninggalkan isteri dan anak yan masih kecil. Walaupun begitu, tugas kantor adalah mandat. Indaryanto ia tetap menjalankan pekerjaan dengan sukacita. Dia bahkan bisa beradaptasi dengan rekan kerja di Medan dan masyarakat sekitar.
Pengalaman lain saat Indaryanto dikirim ke Malaysia. Jadi, waktu itu PT PP tengah mendapatkan proyek di Negeri Jiran sedangkan PT PP belum mengetahui tentang Malaysia. Makanya, dia dan tim perusahaan harus mempelajari banyak hal, mulai dari aturan bank hingga aturan ketenagakerjaan. Menurut Indaryanto, pengalaman tersebut luar biasa. Pasalnya, dia harus mendatangkan para pekerja dari Indonesia untuk bekerja di Malaysia. "Kadang ada teman yang ada masalah sehingga ditangkap pihak imigrasi dan saya harus mengeluarkan mereka dan itu pengalaman yang sangat menarik, kami memulai dari nol," kenangnya. Saat ini Indaryanto menjabat sebagai Direktur Keuangan PT PP Properti Tbk. Dia menyandang jabatan itu sejak tahun 2014. Mimpinya kini adalah membawa PP Properti menjadi satu dari lima besar perusahaan properti di Indonesia. Dia juga berambisi untuk banyak menggarap proyek properti di luar negeri. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat