LPEI Menetapkan Tiga Program Desa Devisa Baru



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menetapkan tiga program desa devisa baru di wilayah Sumatera Selatan, Riau, dan Aceh untuk terus mendorong ekspor sejumlah komoditas.

LPEI menilai, produk tenun Palembang, Sagu dari Kepulauan Meranti, dan Kopi Gayo asal Bener Meriah, Aceh, memiliki potensi dan permintaan global yang terus meningkat dalam dua tahun mendatang. 

Untuk mendorong ekspor komoditas tersebut, LPEI bersama Diretorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan mengadakan program desa devisa melalui special mission vehicle (SMV) Icon pada Agustus 2024 lalu. Inisiasi desa devisa ini merupakan langkah strategis yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah, terutama di wilayah Sumatera Selatan, Riau, dan Aceh. 


Kepala Departemen Jasa Konsultasi UKM LPEI, Nilla Meidhita mengatakan, program desa devisa ini bertujuan untuk mendorong ekspor produk lokal, meningkatkan devisa negara, serta kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Dengan pendampingan dan pelatihan yang diberikan oleh LPEI, diharapkan produk-produk UMKM dapat memenuhi standar ekspor dan bersaing di pasar global.

“LPEI memberikan serangkaian pelatihan dan pendampingan holistik sehingga LPEI tidak hanya memberikan pengetahuan yang mendalam kepada peserta, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan ekspor secara lebih terstruktur dan profesional, sekaligus mendukung pengembangan potensi komoditas desa menuju pasar internasional,” kata Nilla dalam keterangan resminya, Rabu (25/9).

Baca Juga: LPEI Dorong Eksportir Indonesia Garap Pasar Afrika

Sejak 2020 hingga Agustus 2024, akumulasi jumlah desa devisa LPEI mencapai 1.545 Desa Devisa yang tersebar di seluruh Indonesia dengan melibatkan 134.918 petani, nelayan,pengrajin, dan warga lainnya. Terdapat 23 komoditas ekspor unggulan desa devisa antara lain kopi, rumput laut, kakao, gula aren, dan kerajinan.

Desa devisa tenun Palembang meliputi 6 desa dengan jumlah 20 pengrajin yang mempekerjakan sekitar 300 orang pekerja. Desa devisa tenun Palembang memiliki kapasitas produksi 600 lembar kain per tahun dengan omset Rp1,3 miliar.

Melalui program desa devisa, LPEI memberikan pendampingan berupa pelatihan peningkatan kualitas produk, pengembangan desain yang sesuai dengan tren pasar global, serta melakukan pendampingan agar tenun Palembang dapat melakukan ekspor ke pasar internasional seperti Amerika Serikat.

Desa devisa sagu dari Kepulauan Meranti terdiri dari 16 desa dengan melibatkan lebih dari 6.000 petani. Dengan kapasitas produksi mencapai 1.000 ton per bulan, program ini diharapkan mampu meningkatkan daya saing produk sagu di pasar internasional melalui peningkatan kualitas, diversifikasi produk, dan penerapan standar mutu global sehingga desa devisa Sagu Meranti diharapkan dapat menembus pasar ekspor negara kawasan seperti Malaysia dan Singapura.

Sementara desa devisa kopi Gayo asal Bener Meriah, Aceh, meliputi 220 desa dengan total lahan seluas 192 hektar yang menghasilkan 134,4 ton dengan potensi penjualan mencapai Rp14,1 miliar.

Untuk memperkuat daya saing dan memastikan keberlanjutan, Kementerian Keuangan, LPEI, dan Pemerintah Kabupaten Bener Meriah telah membentuk Koperasi Panca Gayo Aceh sebagai off-taker kopi gayo untuk dapat menembus pasar kopi dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat