LPEM UI: Bank Indonesia tak perlu naikkan suku bunga acuan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia menilai Bank Indonesia belum perlu menaikkan lagi suku bunga acuan, meski Federal Reserve semalam memutuskan untuk menaikkan suku bunganya. Selain kondisi nilai tukar rupiah yang relatif stabil bahkan menguat, Bank Indonesia (BI) juga perlu mempertimbangkan kondisi tingkat inflasi yang masih rendah saat ini.

Kepala Penelitian Makroekonomi dan Finansial LPEM UI Febrio Kacaribu berpendapat, BI sudah cukup melakukan front-loading dalam hal kenaikan suku bunga. Setelah mencapai sekitar 12% tingkat depresiasi (year-to-date) pada bulan Oktober, rupiah telah menikmati apresiasi yang cukup kuat dalam enam pekan terakhir, meskipun apresiasi indeks dollar Amerika Serikat (AS) masih berlangsung.

"Tingkat depresiasi rupiah saat ini (ytd) terlihat sangat bagus dibandingkan dengan pasar negara berkembang lainnya, meskipun masih lebih buruk dibandingkan Thailand dan Malaysia," ujar Febrio dalam risetnya yang diterima Kontan.co.id, Kamis (20/12).


Febrio menilai, beragam faktor membuat nilai tukar lebih bertenaga sejak awal November. Di antaranya, hasil pemilu jangka menengah AS pada bulan November, penurunan harga minyak global, dan gencatan senjata dalam perang dagang AS-China.

Di sisi domestik, faktor penting yang mendukung penguatan rupiah adalah kenaikan PDB yang sedikit di atas ekspektasi, meningkatnya BI 7-day reverse repo rate pada pertengahan November sebesar 25 bps menjadi 6%, serta adanya intervensi langsung maupun tidak langsung oleh BI di pasar valuta asing.

"Kami percaya bahwa kebijakan BI melalui intervensi di Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), pasar spot, dan obligasi pemerintah yang diperkenalkan baru-baru ini cukup efektif dalam memperbaiki likuiditas di pasar," lanjut Febrio.

Adapun, BI juga patut memperhatikan tingkat inflasi yang landai, yaitu 0,27% dan 0,28% untuk inflasi umum dan inflasi inti. Rendahnya inflasi, bahkan setelah depresiasi rupiah mencapai lebih dari 12% dari nilainya di awal tahun, dinilai Febrio sebagai kombinasi dari permintaan konsumen yang menurun, tertahannya penyesuaian harga oleh pelaku bisnis, dan kontribusi impor yang relatif rendah terhadap ekonomi secara keseluruhan.

"Hal ini dapat disebabkan oleh pelaku bisnis memutuskan untuk tidak membebankan kenaikan biaya pada harga karena permintaan konsumen yang menurun seiring tingginya suku bunga dan rendahnya harga komoditas," pungkasnya.

Oleh karena itu, LPEM UI melihat tidak ada keperluan bagi BI untuk menaikkan tingkat suku bunga bulan ini. Menurut Febrio, kenaikan sejauh ini telah bergerak cukup ahead the curve dan mantra stability over growth yang disampaikan bank sentral negara tersebut tampak efektif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati