KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 ada di kisaran 5,0% - 5,2% atau lebih rendah dari proyeksi pertumbuhan ekonomi dari pemerintah yang sebesar 5,3%. Menurut Kepala Kajian Makro LPEM UI Febrio Kacaribu, hal yang bisa menjadi penopang pertumbuhan ekonomi pada 2020 adalah investasi dan bukan konsumsi. Oleh karena itu, Febrio berharap agar investasi pada tahun 2020 bisa tumbuh di atas 6%.
Baca Juga: Kemenkeu catat penerimaan pajak sektor pertambangan menurun tajam "
Engine of growth kita pada 2020 itu adalah investasi. Kita bisa lupakan konsumsi karena setiap hari orang makan, orang berbelanja, dan itu akan tetap segitu. Kalau investasi, pertumbuhannya akan benar-benar dirasakan di pertumbuhan ekonomi," kata Febrio pada Senin (4/11) di Jakarta. Selain itu, salah satu tumpuan perekonomian lain bagi Indonesia adalah ekspor komoditas. Namun, saat ini karena perang dagang yang menyebabkan ketidakpastian global masih terus ada, harga komoditas andalan Indonesia pun merosot. Oleh karena itu, Indonesia dipandang belum bisa sepenuhnya bertumpu pada ekspor komoditas. Investasi yang dimaksud oleh Febrio pun baik investasi asing maupun investasi domestik. Kedua investasi itu penting, oleh karena itu harus dijaga. Ini yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah baru untuk memperhatikan hal-hal yang bisa menarik investasi untuk masuk ke Indonesia maupun tetap tinggal ke Indonesia.
Baca Juga: Thailand sebut kesepakatan perdagangan Asia baru ditandatangani tahun 2020 "Harus tetap dijaga baik investor asing maupun dalam negeri. Karena kalau misal investor dalam negeri tidak dijaga, mereka bisa lari keluar untuk berinvestasi ke negara lain, Vietnam misalnya," tambah Febrio. Oleh karena itu, Febrio mengimbau agar pemerintah lebih memperhatikan hal-hal yang bisa menarik investasi untuk masuk ke Indonesia. Selama ini, Febrio menilai, yang masih menjadi batu sandungan dalam aliran masuk investasi adalah masalah perizinan dan
trading cross borders.
Untuk menghadapi hambatan tersebut, ke depannya pemerintah diharapkan untuk bisa mulai menyederhanakan masalah perizinan dan melakukan relaksasi biaya ekspor maupun relaksasi biaya impor.
Baca Juga: Harga minyak terkoreksi tipis di awal pekan Selain itu, yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan substitusi impor dengan menghadirkan industri ke Indonesia, bukan hanya menghadirkan barangnya saja. Ini nantinya juga akan menciptakan efek selain meningkatkan investasi, juga bisa memperbaiki neraca perdagangan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli