KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Matahari Department Store Tbk (
LPPF) berencana melakukan pembelian kembali
(buyback) saham sebanyak-banyaknya 7% atau 204,25 juta unit saham dari modal disetor dan ditempatkan milik perseroan. Dana
buyback saham tersebut berasal dari kas internal LPPF. Perusahaan ritel ini menargetkan waktu pembelian kembali saham 18 bulan ke depan yakni hingga 7 April 2020. LPPF menyiapkan dana maksimal senilai Rp 1,25 triliun dengan harga maksimal
buyback saham dibatasi sebesar Rp 13.330 per saham. PT Indo Straits Tbk (
PTIS) yang juga memiliki rencana serupa. Perusahaan pelayaran ini akan melakukan aksi
buyback saham program
management employee stock allocation (MESA).
PTIS menganggarkan dana sebesar Rp 1,96 miliar dalam penyelenggaraan
buyback tersebut. Adapun saham yang akan dibeli kembali mencapai 8,65 juta saham atau 1,5% dari modal ditempatkan PTIS. Sedangkan untuk batas jangka waktu
buyback adalah 5 hari kerja bursa usai emiten mendapatkan restu pemegang saham di RUPLB pada tanggal 11 Januari 2019 nanti. Selanjutnya ada PT Surya Citra Media Tbk (
SCMA) yang berencana melakukan pembelian saham kembali sebanyak-banyak 1,46 miliar saham dengan dana Rp 3 triliun. Artinya perseroan akan membeli sekitar 10% saham yang beredar di pasar. Aksi
buyback ini akan dieksekusi dalam waktu 18 bulan ke depan atau sekitar tanggal 5 Juni 2020 karena telah mendapat persetujuan dari para pemegang saham pada RUPSLB, Rabu (5/12) kemarin. Lalu ada juga PT Link Net Tbk (
LINK) yang berencana akan membeli kembali saham sebanyak 75,14 juta saham atau 2,58% dari modal yang ditempatkan dan disetor penuh. Biaya yang akan digunakan untuk pelaksanaan pembelian kembali saham adalah Rp 451 miliar. Adapun batas harga
buyback yang ditetapkan LINK maksimal sebesar Rp 6.000 per saham. Sedangkan untuk batas jangka waktu
buyback adalah 18 bulan atau sekitar 20 Juni 2020, usai emiten mendapatkan restu pemegang saham di RUPLB pada tanggal 20 Desember nanti. Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra mengatakan, efek dari
buyback tentu akan akan meningkatkan
earning per share (EPS) atau laba per saham perusahaan karena laba bersih dibagi dengan jumlah saham beredar yang lebih sedikit. "Dan dengan EPS naik maka valuasi PER perusahaan menjadi murah, ini tentu akan menarik secara valuasi dan ada efek pada kenaikan harga saham," kata Aditya, Jumat (7/12). Dari sisi saham, Aditya melihat saham PTIS kurang likuid dan fundamentalnya juga kurang menarik. "Investor sebaiknya berhati-hati terhadap saham ini," imbuhnya. Sementara untuk SCMA, ia menilai saham tersebut cukup likuid. Tapi ia menyarankan agar investor juga memperhatikan biaya
buyback sahamnya yang cukup besar sehingga ada risiko terhadap likuditas perusahaan. Untuk jangka pendek, Aditya merekomendasikan untuk membeli saham SCMA dengan target Rp 2.000 per saham. Selanjutnya untuk saham LINK ia merekomendasikan untuk
trading di kisaran harga Rp 5.000-Rp 5.300 per saham. "Begitupun dengan saham LPPF, disarankan untuk
trading di level Rp 4.900-Rp 5.500 per saham," tambahnya. Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya memperkirakan,
buyback saham tersebut membantu meningkatkan PER SCMA karena jumlah saham beredar akan menjadi lebih sedikit. Namun Christine bilang, perlu memperhatikan posisi kas perusahaan yang pada triwulan ketiga 2018 sebesar Rp 762 miliar. "Jumlah ini jauh di bawah jumlah yang dialokasikan untuk pembelian kembali. Maka pendapatan keuangan SCMA di masa mendatang dapat terpengaruh, meskipun jumlahnya tidak signifikan," ungkapnya. Lebih lanjut Christine bilang, dengan menggunakan dana yang dialokasikan sebesar Rp 3 triliun untuk membeli kembali saham sebesar 1,46 miliar saham, maka harga rata-rata pembelian maksimal Rp 2.050 per saham. Dari sisi kinerja fundamental, Christine melihat, SCMA masih menjadi pemimpin pangsa pemirsa pada
prime-time dengan sinetron Cinta Suci. Menurut data Nielsen, SCMA memiliki pangsa pemirsa 35,3% di prime time. Christine memperkirakan,pendapatan SCMA akan mencapai Rp 4,97 triliun dengan perolehan laba bersih Rp 1,49 triliun. Tahun lalu, SCMA meraup pendapatan Rp 4,45 triliun dengan laba bersih Rp 1,33 triliun. Christine merekomendasikan
hold saham SCMA dengan target harga Rp 2.100 per saham untuk 12 bulan ke depan yang menyiratkan PER 20,5 kali. Sementara itu,
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, rencana
buyback saham biasanya dalam kisaran waktu tertentu dan pada harga sama atau lebih rendah dari harga sebelumnya.
"Ada opsi juga untuk perusahaan tidak jadi melakukan
buyback. Jadi biasanya rencana
buyback ini untuk memberikan optimisme kepada para pelaku pasar bahwa perusahaan masih yakin pada sahamnya sehingga kalau turun akan dibeli lagi," ungkapnya. Lebih lanjut Wawan bilang, renncana
buyback umumnya tidak serta-merta mengangkat harga saham, hanya menahan agar tidak turun lebih dalam. Maka ia melihat rencana
buyback saham yang bakal dilakukan empat emiten tersebut akan memberikan dampak yang kecil bagi kinerja sahamnya. "Contohnya LINK waktu
buyback 18 bulan artinya bisa saja baru
buyback tahun 2020. Jadi efek ke harga saham tidak signifikan, kecuali
buyback dilakukan sekaligus dalam jangka waktu pendek," terangnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati