LPPI: Waspadai fraud di tengah perlambatan ekonomi



JAKARTA. Direktur Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Krisna Wijaya mengimbau industri perbankan untuk mewaspadai terjadinya 'fraud' atau kecurangan di tengah perlambatan ekonomi saat ini.

Pemerintah sendiri telah menerbitkan 12 deregulasi untuk mendorong perekonomian sekaligus menghindari dari pelemahan seperti yang terjadi sepanjang 2015 lalu. Selain itu, beberapa kebijakan juga dikeluarkan untuk mendongkrak penerimaan negara juga.

Menurut Krisna di Jakarta, Rabu (1/6), hal itu bisa menjadi peluang industri perbankan untuk menjaga pertumbuhan bisnis sekaligus kinerja keuangannya dari pelemahan.


"Akan tetapi, hal itu sekaligus juga membuka peluang munculnya kecurangan atau kejahatan di bidang perbankan yang selama ini kita kenal sebagai fraud," ujarnya.

Ia mencontohkan seperti yang terjadi April lalu ketika salah satu bank daerah terkena risiko kredit karena adanya kredit fiktif pada program kredit usaha rakyat (KUR) senilai Rp 19 miliar.

Pemerintah dalam salah satu paket kebijakannya mengarahkan suku bunga KUR akan diturunkan menjadi 9 persen, bahkan tahun depan dijanjikan akan berada di level 7 persen.

"Nah, jangan sampai peluang yang diberikan pemerintah untuk meningkatkan kredit usaha mikro kecil dan menengah menjadi bumerang bagi kita karena kita mengurangi kehati-hatian (prudent) pada penyaluran kredit sektor tersebut," ujar Krisna.

Selain itu, ada juga ancaman fraud juga tetap datang dari layanan bank di alat pembayaran menggunakan kartu (APMK). Berdasarkan data kepolisian dalam tiga tahun terakhir sampai tahun lalu, ada 5.500 kasus skimming di dunia. Sebanyak 1.549 kasus di antaranya terjadi di Indonesia.

Skimming adalah aktivitas penggandaan informasi atau pencurian data yang terdapat dalam pita magnetik (magnetic stripe).

Ancaman lain dalam layanan kartu kredit adalah diterbitkannya aturan mengenai kewajiban perbankan melapor data transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu).

"Hal ini tentu memberi tantangan kepada perbankan terutama atas potensi berkurangnya nasabah kartu kredit," kata Krisna.

Krisna menambahkan, secara umum kejadian risiko akibat penyalahgunaan fraud akibat ulah manusia telah memberikan kerugian besar bagi perusahaan maupun nasabah.

"Kejadian fraud bisa dilakukan oleh karyawan sendiri dan orang luar maupun akibat kerjasama antara karyawan dengan orang luar, telah berulangkali terjadi meskipun perusahaan sudah menerapkan manajemen anti-fraud," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan