LPS dan OJK meneken MoU pengawasan



JAKARTA. Wahai pelaku industri perbankan, bersiaplah mendapat pengawasan lebih ketat dari regulator. Kini tidak cuma Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menjadi wasit industri perbankan. Per 1 Januari 2014, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga berhak memeriksa bank secara langsung. Wewenang tambahan LPS ini tertuang dalam Undang-undang (UU) OJK No 21 Tahun 2011 Tentang OJK.

Pada Bab X Pasal 42 UU OJK berbunyi : LPS dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK. "Kami telah membentuk unit kerja khusus untuk memeriksa bank. Unit ini belum memeriksa bank karena menunggu koordinasi dengan OJK," ujar Tindomora Siregar, Direktur Grup Penjaminan LPS kepada KONTAN, Senin (7/4).

Tindomora bilang, LPS dan OJK bakal meneken nota kesepahaman (MoU) terkait aturan main dan koordinasi pengawasan antar kedua belah pihak. MoU ini dibuat agar tidak terjadi tumpang tindih antara keduanya. "Dalam pelaksanaannya, LPS tetap akan menggunakan info dari OJK terlebih dahaulu sebagai dasar pemeriksaan," ujar petinggi OJK.


Tindomora bilang, MoU tersebut bakal diteken paling lambat Juni atau kuartal II 2014. "Sudah ada drafnya dan sudah beberapa kali bertemu dengan OJK. Tinggal sebentar lagi," ujar dia.

Apa yang menjadi wewenang LPS? Setidaknya ada dua poin penting yang bakal menjadi lahan pengawasan LPS.

Tidak nombok

Pertama, memeriksa bank bermasalah. LPS bakal memeriksa bank bermasalah sedini mungkin agar tidak nombok saat bank itu kolaps. Selama ini, LPS hanya mendapatkan informasi dari BI tentang daftar Bank Dalam pengawasan Khusus (BDPK). "Dengan wewenang baru, LPS bisa langsung memeriksa di awal bank itu bermasalah. Sehingga LPS bisa mengamankan dan melihat isi bank itu sebelum diputuskan diselamatkan atau dilikuidasi," tandas Tindomora.

Kedua, penjaminan. Sesuai fungsinya, LPS menjamin simpanan nasabah perbankan lewat. Selama ini, bank wajib melaporkan jumlah atau posisi simpanan nasabah kepada LPS saban bulan. LPS bergantung pada dokumen penilaian sendiri (self assessment) yang diserahkan oleh bank dan dokumen pengawasan bank dari Bank Indonesia (BI).

"Nantinya LPS bisa langsung memeriksa apakah laporan bank tidak sesuai dan sebagainya. Jika ada pelanggaran, tentu ada sanksi," ujar Tindomora. Mengacu peraturan LPS, ada sanksi administratif berupa denda per hari keterlambatan sebesar 0,5% dan paling tinggi 150% dari jumlah premi yang seharusnya dibayar.

"Masuknya LPS akan membingungkan dan menambah beban kerja bank karena harus mengurus keperluan dokumen bagi pengawas. Selain diaudit oleh OJK, bank diaudit auditor independen," ujar Taswin Zakaria, Presiden Direktur Bank Internasional Indonesia (BII).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina