JAKARTA. Jumlah bank perkreditan rakyat (BPR) yang dilikuidasi bertambah. Jika sepanjang semester pertama, Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) menyelesaikan proses likuidasi 17 BPR, Desember ini sudah bertambah. “Hingga kini, kami memproses likuidasi 18 BPR,” kata Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani, Selasa (1/12). BPR yang terakhir masuk ke tim likuidasi LPS adalah BPR Satya Adi Perdana. Sekretaris LPS Ahmad Fajar Prana, menuturkan, BPR yang berlokasi di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali itu, dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia (BI) per tanggal 18 November 2009 silam. Fajar Prana menceritakan, penutupan BPR Satya Adi Perdana berkaitan dengan tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh pemiliknya. "BI sudah memberi waktu kepada investor baru supaya memperbaiki BPR tersebut. Tapi, investor baru tidak bersedia," ujar Fajar. Hingga kini LPS belum dapat memberi keterangan detail mengenai klaim dana layak bayar di BPR Satya Adi Perdana. Menurut catatan sementara, BPR tersebut memiliki aset sekitar Rp 6 miliar. Sementara nilai Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp 3 miliar. Saat ini LPS memverifikasi dan rekonsiliasi semua kewajiban dan aset BPR Satya Adi Perdana. Selanjutnya, paling lama dalam 90 hari, LPS akan menetapkan dan mengumumkan berapa banyak rekening di Satya Adi Perdana yang layak mendapat penjaminan. Selain 18 BPR tersebut, LPS juga menangani pelunasan dana nasabah untuk BPR Era Aneka Rezeki yang berlokasi di Cibinong, Jawa Barat, dan BPR Mranggen Mitra Niaga di Demak, Jawa Tengah. Namun untuk kedua BPR itu, LPS tidak menangani seluruh proses likuidasi. Pasalnya, BPR Era Aneka dan BPR Mranggen Mitra, masing-masing dicabut izinnya pada April 2006 dan Agustus 2007. Sejauh ini, LPS sudah melunasi klaim dana layak bayar nasabah Era Aneka sebesar Rp 4,8 miliar atau setara dengan 95% dari total DPK. Di Mitra Niaga, LPS sudah membayar dana nasabah senilai Rp 1,3 miliar, atau setara dengan 85% dari total DPK. LPS juga masih menangani proses likuidasi BPR Tripanca Setiadana di Lampung. Di BPR Tripanca, kata Fajar, LPS membayar sekitar Rp 356 miliar dari dana nasabah yang layak bayar. "Nilai itu setara 90% total DPK yang mencapai Rp 514 miliar," tandas Fajar.
LPS Menanggung Dana Nasabah 18 BPR
JAKARTA. Jumlah bank perkreditan rakyat (BPR) yang dilikuidasi bertambah. Jika sepanjang semester pertama, Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) menyelesaikan proses likuidasi 17 BPR, Desember ini sudah bertambah. “Hingga kini, kami memproses likuidasi 18 BPR,” kata Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani, Selasa (1/12). BPR yang terakhir masuk ke tim likuidasi LPS adalah BPR Satya Adi Perdana. Sekretaris LPS Ahmad Fajar Prana, menuturkan, BPR yang berlokasi di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali itu, dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia (BI) per tanggal 18 November 2009 silam. Fajar Prana menceritakan, penutupan BPR Satya Adi Perdana berkaitan dengan tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh pemiliknya. "BI sudah memberi waktu kepada investor baru supaya memperbaiki BPR tersebut. Tapi, investor baru tidak bersedia," ujar Fajar. Hingga kini LPS belum dapat memberi keterangan detail mengenai klaim dana layak bayar di BPR Satya Adi Perdana. Menurut catatan sementara, BPR tersebut memiliki aset sekitar Rp 6 miliar. Sementara nilai Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp 3 miliar. Saat ini LPS memverifikasi dan rekonsiliasi semua kewajiban dan aset BPR Satya Adi Perdana. Selanjutnya, paling lama dalam 90 hari, LPS akan menetapkan dan mengumumkan berapa banyak rekening di Satya Adi Perdana yang layak mendapat penjaminan. Selain 18 BPR tersebut, LPS juga menangani pelunasan dana nasabah untuk BPR Era Aneka Rezeki yang berlokasi di Cibinong, Jawa Barat, dan BPR Mranggen Mitra Niaga di Demak, Jawa Tengah. Namun untuk kedua BPR itu, LPS tidak menangani seluruh proses likuidasi. Pasalnya, BPR Era Aneka dan BPR Mranggen Mitra, masing-masing dicabut izinnya pada April 2006 dan Agustus 2007. Sejauh ini, LPS sudah melunasi klaim dana layak bayar nasabah Era Aneka sebesar Rp 4,8 miliar atau setara dengan 95% dari total DPK. Di Mitra Niaga, LPS sudah membayar dana nasabah senilai Rp 1,3 miliar, atau setara dengan 85% dari total DPK. LPS juga masih menangani proses likuidasi BPR Tripanca Setiadana di Lampung. Di BPR Tripanca, kata Fajar, LPS membayar sekitar Rp 356 miliar dari dana nasabah yang layak bayar. "Nilai itu setara 90% total DPK yang mencapai Rp 514 miliar," tandas Fajar.