LPS Sebut Ruang Penurunan Suku Bunga Mulai Terbatas, Ini Penyebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melihat ruang penurunan suku bunga yang mulai terbatas saat ini. Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan penurunan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) LPS diikuti penurunan cost of fund perbankan dan tingkat bunga kredit.

"Seiring dengan normalisasi kebijakan moneter di berbagai negara, global cost of fund mulai mengalami kenaikan sehingga penurunan cost of fund perbankan Indonesia pun semakin terbatas ruangnya," ujar Purbaya dalam keterangan resmi pada Rabu (10/8). 

Lanjutnya, guna mendorong momentum pemulihan ekonomi nasional, LPS akan berhati-hati dalam mengubah tingkat bunga penjaminan.  Hal yang terpenting dijalankan saat ini adalah LPS bersama anggota KSSK yang lain akan selalu berkoordinasi, dan LPS pun akan terus memonitor segala perkembangan yang terjadi baik domestik maupun global.


Adapun kondisi likuiditas domestik sebenarnya Indonesia dapat mengurangi dampak pengaruh kebijakan di  Amerika Serikat atau global melalui  kebijakan dalam negeri yang baik. 

Baca Juga: Dorong Pembiayaan KPR Subsidi, BTN Syariah Gandeng Kreasi Prima Land

“Kita bisa mengendalikan supply uang di dalam sistem finansial kita, dan ini sudah dilakukan oleh Bank Indonesia. Pertumbuhan M0 atau pertumbuhan uang primer mencapai 20 persen, bahkan angka terakhir menunjukkan pertumbuhannya di angka 28 persen. Artinya, sudah cukup banyak uang yang berada di sistem perekonomian kita,” ujarnya. 

Sering disebutkan bahwa perekonomian dunia sedang menghadapi ancaman pengetatan likuiditas. Hal tersebut berkaitan dengan tapering off yang dilakukan oleh Bank Sentral AS (The Fed), yang antara lain tujuannya untuk mengendalikan inflasi dan membawa ekonominya ke level yang lebih stabil, yaitu dengan cara menaikkan bunga dan mengetatkan kebijakan moneter.

“Di Amerika Serikat saat ini hampir resesi, diperkirakan tapering yang dilakukan bank sentral mereka juga hampir berakhir. Jadi kami melihat ujung dari tapering tersebut sudah sedikit terlihat. Pengetatan lebih lanjut tidak akan terlalu signifikan. Artinya kendala global, dalam hal ini dampak negatif dari pengetatan kebijakan moneter di AS, yang kita hadapi akan tidak akan sebesar seperti yang diperkirakan sebelumnya,” jelasnya. 

Baca Juga: Dorong Penyaluran KPR, Bank JTrust Gandeng Jababeka

Keadaan likuiditas dalam sistem finansial kita yang lebih dari cukup antara lain ditunjukkan juga oleh indikator lainnya, seperti  Rasio Alat Likuid atau Non-Core Deposit (AL/NCD) ada di level 133,4% dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) di level 29,9% pada Juni 2022. Nilai ini berada di atas threshold masing-masing minimal 50% dan 10%.

“Intinya likuiditas perbankan nasional tetap terjaga  dengan baik. Perlu ditekankan lagi di sini  bahwa kondisi likuiditas tersebut  bukan  hanya tergantung kepada kondisi global saja, karena sebenarnya kondisi likuiditas perbankan ada di bawah kendali kita sendiri.  Bank Sentral kita senantiasa  menjaga likuiditas perbankan dan memonitor terus dari waktu ke waktu. Dan KSSK sudah menemukan cara yang jitu untuk memelihara atau menjaga likuiditas perbankan nasional,” tambah Purbaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi