LPS Terus Lakukan Transformasi untuk Penguatan Sektor Keuangan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Stabilitas sistem keuangan Indonesia saat ini masih terjaga. Namun, tantangannya ke depan masih berat di tengah ketidakpastian ekonomi global dimana persoalan geopolitik semakin meningkat, inflasi terus meninggi dan krisis sumber energi masih berlanjut.

Regulator dan pemerintah harus mampu menjaga stabilitas keuangan ini di tengah berbagai tantangan itu karena industri keuangan merupakan tulang punggung dan akselerator perekonomian Indonesia. Pemerintah telah membentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Protokol Manajemen Krisis (PMK) sebagai upaya untuk mengantisipasi dinamika yang terjadi.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai bagian dari pemangku kebijakan di sektor industri keuangan memiliki peran penting dalam pengembangan dan penguatan sektor keuangan. LPS pun terus menjalankan fungsi dalam memberikan penjaminan dana masyarakat di perbankan.


Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, selain mengemban amanat menjaga simpanan nasabah tetap aman, LPS akan terus bertransformasi mengembangkan fungsinya ke arah risk minimizer dalam sistem keuangan setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Baca Juga: Bunga Acuan BI Naik, Suku Bunga Simpanan Perbankan Naik 11 bps Sejak Akhir Agustus

Beberapa penguatan mandat tersebut diantaranya LPS dapat melakukan persiapan penanganan dan peningkatan intensitas persiapan bersama dengan OJK untuk penanganan permasalahan solvabilitas bank.

LPS juga dapat mengambil keputusan melakukan atau tidak melakukan penyelamatan bank selain Bank Sistemik yang dinyatakan sebagai bank gagal dengan mempertimbangkan antara lain kondisi perekonomian, kompleksitas permasalahan bank, kebutuhan waktu penanganan, ketersediaan investor.

Selain itu juga efektivitas penanganan permasalahan bank, serta tidak hanya mempertimbangkan perkiraan biaya yang paling rendah.

“Jadi LPS sudah lebih leluasa untuk memastikan bahwa tindakannya akan dapat menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, kalau ekonomi sedang goncang jangan sampai ada bank yang tutup karena bisa menimbulkan efek beruntun ke bank-bank yang lain,” ujar Purbaya dalam webinar Kiprah LPS dalam Stabilisasi dan Penguatan Sektor Keuangan yang digelar Kamis (6/10).

Ia bilang, LPS akan terus menyoroti berbagai tantangan ke depan bagi sektor perbankan untuk dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan. Tantangan pertama, tatanan global dimana perlambatan ekonomi China dan Amerika Serikat (AS) serta kenaikan suku bunga global mendorong ketidakpastian.

Kedua, literasi keuangan yang masih rendah. Berdasarkan survei OJK tahun 2019 indeks inklusi keuangan nasional berada pada level 76,19%, sementara indeks literasi keuangan berada pada level 38,03%. Pemahaman masyarakat yang terbatas atas produk keuangan menyebabkan timbulnya berbagai risiko seperti penipuan yang berdampak buruk kepada masyarakat.

Ketiga, digitalisasi. Perkembangan digital meningkat pesat sehingga memunculkan segmen-segmen di dalam ekonomi dan keuangan dan dapat menimbulkan berbagai kejahatan siber bila literasi keuangan digital tidak dioptimalkan. Disisi lain, sektor perbankan juga diminta untuk terus memperkuat sistem informasi agar infrastruktur perbankan memumpuni untuk mencegah terjadinya kejahatan siber.

“Kita mengetahui bahwa kian hari risiko cyber security akan meningkat, apalagi masyarakat tidak memiliki literasi tinggi secara digital kasus-kasus seperti scamming, phishing, ransomware dan kejahatan-kejahatan keuangan lain melalui cyber,” kata Purbaya.

Keempat, pendalaman pasar keuangan di Indonesia yang masih rendah dibandingkan dengan dengan negara-negara tetangga. Purbaya mengatakan, pendalaman pasar keuangan ini perlu terus ditingkatkan supaya peran pasar keuangan sebagai sumber pembiayaan pembangunan semakin tinggi dan tidak tergantung terhadap dana asing dalam pembangunan nasional.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, mengatakan sektor keuangan di tanah air tetap terjaga dan solid ditengah berbagai krisis yang sudah pernah dilewati Indonesia sejak LPS berdiri pada tahun 2005. Kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan terus tumbuh.  "Hal ini tidak lepas dari kiprah LPS, peran besar LPS menjaga keyakinan masyarakat terhadap sektor keuangan kita,” ujarnya.

Sejumlah perbankan telah menyiapkan strategi menghadapi potensi perlambatan ekonomi nasional akibat berbagai tantangan tadi. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) misalnya, mendorong pertumbuhan secara seletif dengan fokus pada kredit UMKM, terutama kredit mikro melalui strategi business follow stimulus serta mengoptimalkan kredit Ultra Mikro (UMi) sebagai mesin pertumbuhan baru. Segmen ini menghasilkan yield yang lebih tinggi.

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, selain melakukan ekspansi secara selektif, perseroan juga fokus menjaga kualitas aset serta menyiapkan pencadangan yang memadai mengantisipasi resiko kredit. "Lalu, kami juga akan terus melakukan efisiensi biaya dana dengan terus mendorong CASA," ujarnya.

Sementara Bank Syariah Indonesia (BSI) akan fokus  menjaga likuiditas perbankan dan membangun funding franchise untuk menghadapi tantangan itu.  “Liquidity is a king kita harus jaga itu, kita sekarang bersiap-siap untuk membangun funding franchise kita agar bisa mampu mengkolek sebanyak mungkin dana murah seperti tabungan dan juga giro,” kata Hery Gunardi Direktur Utama BSI.

Baca Juga: Untuk Bisa Pulihkan Kinerja, Bank Muamalat Akui Butuh Waktu 3 Tahun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat