LQ45 Kalah Tipis dari IDX30, Berikut Saham-Saham yang Jadi Pemberat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks IDX30 menunjukkan kinerja yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan indeks LQ45. Secara year to date (ytd) sampai dengan Jumat (21/1), IDX30 memberikan imbal hasil sebesar 3,34%, sementara LQ45 3,04%.

Kedua indeks ini diisi oleh saham-saham yang memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik. Seluruh konstituen IDX30 yang berjumlah 30 saham merupakan anggota LQ45. 

Dengan kata lain, hanya ada 15 saham yang menjadi pembeda kedua indeks ini dan disinyalir menjadi pemberat kinerja indeks LQ45. Jika dilihat lebih jauh, sebanyak sebelas dari 15 saham tersebut memang menunjukkan kinerja negatif secara ytd. 


Baca Juga: Volume Distribusi Gas Meningkat, Simak Rekomendasi Saham PGN (PGAS)

Sebelas saham tersebut adalah PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), PT PP (Persero) Tbk (PTPP), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), PT Perusahaan Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM), PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN). Saham-saham tersebut memperlihatkan kisaran penurunan 0,56%-9,92% ytd.

Posisi lima saham dengan penurunan terbesar ditempati oleh ERAA, PTPP, INTP, TKIM, dan JSMR. Di sisi lain, empat saham yang menunjukkan kinerja positif adalah PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dengan rentang kenaikan 0,79%-11,42%. 

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya menilai, sebelas saham di indeks LQ45 yang menunjukkan penurunan memang secara sentimen sedang tidak diminati investor. Sebagian saham tersebut tergolong dalam sektor konstruksi yang sedang tidak bergairah, sebab pelaku pasar melihat rencana pembangunan pemerintah masih belum jelas.

Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Jelang Rapat The Fed

Pemerintah juga masih memfokuskan dana yang ada untuk kesehatan masyarakat dalam rangka menangani pandemi Covid-19. Untuk ke depannya, investor juga khawatir dengan kenaikan kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia yang akan membuat pemerintah kembali menaikkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). 

"Hal ini dikhawatirkan akan menghambat pemulihan ekonomi," tutur Cheryl saat dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (22/1). Di sisi lain, kenaikan harga komoditas diyakini akan dapat menopang saham-saham pertambangan batubara, nikel, minyak mentah, dan lain-lain.

Cheryl melihat prospek bagus pada beberapa saham, yaitu AKRA, MNCN, TPIA, dan JPFA. AKRA dan MNCN tergolong dalam saham yang berkinerja negatif secara ytd, sedangkan TPIA dan JPFA tercatat sudah bergerak positif.

Menurut Cheryl, secara fundamental, pendapatan keempat perusahaan tersebut masih berpotensi meningkat karena produk atau layanannya sedang diminati pelanggan. "Masih ada potensi kenaikan harga antara 5%-10% pada saham-saham ini," ucap Cheryl.

Baca Juga: Pergerakan IHSG Pekan Depan Akan Dipengaruhi Kasus Omicron di Indonesia

Sementara itu, Kepala Riset FAC Sekuritas Wisnu Prambudi Wibowo menjagokan lima saham seiring dengan sentimen-sentimen positif yang memengaruhinya. Kelima saham tersebut adalah MNCN, MEDC, TPIA, ITMG, dan PWON. 

Untuk MNCN, saham ini dinilai masih menarik seiring dengan transformasi digital yang dijalankan perusahaan. Hal ini membuat MNCN memiliki potensi kenaikan pendapatan yang cukup baik.

Untuk MEDC, katalis positifnya berkaitan dengan harga komoditas minyak mentah yang berpotensi naik. MEDC juga berencana mengakuisisi keseluruhan saham yang diterbitkan oleh ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd (CIHL), yang saat ini dimiliki oleh anak usaha ConocoPhillips yang bernama Phillips International Investment Inc.

Baca Juga: Asing Keluar dari Investasi Portofolio, Ini Penjelasan Ekonom

Kemudian, untuk TPIA, perusahaan petrokimia terintegrasi dan terbesar di Indonesia ini dinilai akan diuntungkan dengan adanya tax holiday, mengingat petrokimia untuk kebutuhan domestik sangat tinggi. Lalu, ITMG dinilai menarik karena harga batubara yang sudah naik lebih dari 30% ytd masih berpotensi naik lagi.

Wisnu juga menjagokan PWON karena pengembang properti ini memiliki recurring income yang banyak berasal dari pusat perbelanjaan. "Ketika ada pelonggaran mobilitas dan pemulihan ekonomi terjadi, maka pengelola mal menjadi pihak yang diuntungkan sebab masyarakat akan kembali menghabiskan dananya di pusat-pusat perbelanjaan," kata Wisnu.

Untuk MNCN, Wisnu menetapkan target harga di sekitar Rp 1.000 per saham, MEDC Rp 635 per saham, TPIA di level Rp 10.000 per saham, ITMG Rp 24.000 per saham, dan PWON Rp 560 per saham. Per Jumat (21/1) MNCN berada di level Rp 885 per saham, MEDC Rp 520, TPIA Rp 8.050, ITMG Rp 20.800, dan PWON Rp 465 per saham.

Baca Juga: Aksi Profit Taking dan Rotasi Sektoral Jadi Penggerak Saham di Awal 2022

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati