JAKARTA. Lembaga swadaya masyarakat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan bersama-sama Jaringan Advokasi Tambang mendesak pemerintah mencabut perpanjangan izin Freeport karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Siaran pers bersama Kontras-Jatam yang diterima di Jakarta, Sabtu (31/1), menyebutkan desakan agar pemerintah melalui Kementerian ESDM wajib mencabut nota kesepakatan terkait dengan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga untuk perusahaan tambang ini hingga Juli 2015 perpanjangan. Alasan mereka, kebijakan pemberian izin ekspor konsentrat PT Freeport sejak awal telah jelas-jelas melanggar UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Kedua LSM itu juga mendesak Ketua DPR RI membentuk pansus atas pelanggaran pemerintah yang tidak konsisten menerapkan Pasal 5 UU No. 4/2009. Selain itu, Kontras-Jatam juga berpendapat bahwa Freeport untuk segera bertanggung jawab atas dugaan tindakan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM) serta merealisasikan kewajibannya membangun smelter. Sementara itu, Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan bahwa masyarakat Papua akan menutup dan mengusir PT Freeport dari provinsi itu jika tidak membangun smelter atau pengolah bahan mineral di daerah Papua. "Seluruh masyarakat Papua menolak pembangunan smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur, sementara bahan mentahnya dari Papua," kata Lukas Enembe di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (29/1) malam. Ia menyatakan bahwa Papua tidak akan mengalami kemajuan jika hanya dikeruk sumber daya alamnya tanpa ada pengolahan di lokasi yang sama. Sebagaimana diwartakan, pemerintah memahami keinginan PT Freeport Indonesia meminta perpanjangan kontrak di wilayah tambang Grasberg, Papua, pascahabis pada tahun 2021. Menteri ESDM Sudirman Said saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin (26/1), mengatakan bahwa Freeport memandang perlu kepastian perpanjangan kontrak atas rencana pengeluaran investasi senilai 17,3 miliar dolar AS. "Kami pahami Freeport yang membutuhkan kepastian karena berencana alirkan dana sebesar 17,3 miliar dolar AS. Dana sebesar itu tidak dialirkan kalau tidak ada kepastian berapa lama mereka masih di sini lagi," katanya.
Sementara itu, PT Freeport Indonesia (PTFI) mengapresiasi keputusan pemerintah untuk memperpanjang nota kesepahaman (MoU) amendemen karya selama enam bulan ke depan sejak 25 Januari 2015. "Perseroan Terbatas Freeport Indonesia sangat mengapresiasi apa yang diputuskan oleh Pemerintah sehingga PTFI tetap bisa meneruskan operasionalnya," kata Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Syamsoeddin dalam konferensi pers di Kementerian ESDM Jakarta, Minggu (25/1). Ia mengatakan bahwa PTFI akan terus berupaya untuk terus memberikan manfaat dan nilai tambah secara berkelanjutan kepada negara Indonesia dan masyarakat Papua pada khususnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto