JAKARTA. PT Lintas Teknologi Indonesia (LTI) menolak pengajuan saksi fakta yang dihadirkan oleh PT Indosat Tbk di dalam perkara gugatan pembatalan perjanjian perdamaian di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Kuasa hukum LTI, Andrey Sitanggang menuturkan saksi fakta yang diajukan oleh PT Indonsat Tbk adalah salah satu karyawan Indosat yang bekerja di bagian legal. Menurutnya, pengajuan saksi yang merupakan karyawan suatu perusahaan dari salah satu pihak yang bersengketa tidak diperbolehkan untuk memberikan keterangan di dalam persidangan karena tidak netral. "Keterangan dari saksi fakta yang dihadirkan tergugat tidak kami akui karena memang dari awal prosesnya sudah tidak sah," ujar Andrey, Rabu (15/4). Ia berpendapat keterangan saksi dari Indosat tersebut memang cenderung memihak Indosat ketika dihadirkan di persidangan. Padahal berdasarkan hukum acara persidangan, adanya hubungan kerja maupun darah tidak diperkenankan menjadi saksi karena keterangannya akan dianggap tidak objektif. Ia pun telah mengajukan keberatan karena keterangan saksi fakta yang tidak objektif dan memberatkan. Meskipun begitu Andrey menyerahkan kepada majelis hakim untuk menilai apakah keterangan saksi fakta Indosat tersebut layak atau tidak. Di dalam persidangan, Indosat menghadirkan saksi fakta dari salah seorang pegawai pembuat kontrak yakni Yohannes Yoso Nikodemus. Ia menuturkan rancangan perjanjian perdamaian telah diketahui dan disetujui oleh kedua belah pihak tanpa adanya tekanan apa pun. "Klausul perjanjian perdamaian telah dibahas dalam risalah rapat pada 3 Juni 2014," ujar Yohannes di dalam persidangan. Ia mengungkapkan bahwa perjanjian perdamaian yang disetujui dalam rapat telah diberikan kepada pihak penggugat pada 5 Juni 2014 sehingga penggugat diberikan waktu untuk mempelajari klausul tersebut kembali. Yohannes mengatakan perjanjian perdamaian tersebut lebih ringan dari tuntutan awal yakni memasukkan penggugat dalam daftar hitam selamanya dan dituntut untuk mengganti kerugian sebesar Rp 11 triliun. Perkara No 369/PDT.G/2014/PN/Jkt.Pst ini akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi ahli dari pihak tergugat pada 21 April 2015. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
LTI menolak saksi yang dihadirkan oleh Indosat
JAKARTA. PT Lintas Teknologi Indonesia (LTI) menolak pengajuan saksi fakta yang dihadirkan oleh PT Indosat Tbk di dalam perkara gugatan pembatalan perjanjian perdamaian di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Kuasa hukum LTI, Andrey Sitanggang menuturkan saksi fakta yang diajukan oleh PT Indonsat Tbk adalah salah satu karyawan Indosat yang bekerja di bagian legal. Menurutnya, pengajuan saksi yang merupakan karyawan suatu perusahaan dari salah satu pihak yang bersengketa tidak diperbolehkan untuk memberikan keterangan di dalam persidangan karena tidak netral. "Keterangan dari saksi fakta yang dihadirkan tergugat tidak kami akui karena memang dari awal prosesnya sudah tidak sah," ujar Andrey, Rabu (15/4). Ia berpendapat keterangan saksi dari Indosat tersebut memang cenderung memihak Indosat ketika dihadirkan di persidangan. Padahal berdasarkan hukum acara persidangan, adanya hubungan kerja maupun darah tidak diperkenankan menjadi saksi karena keterangannya akan dianggap tidak objektif. Ia pun telah mengajukan keberatan karena keterangan saksi fakta yang tidak objektif dan memberatkan. Meskipun begitu Andrey menyerahkan kepada majelis hakim untuk menilai apakah keterangan saksi fakta Indosat tersebut layak atau tidak. Di dalam persidangan, Indosat menghadirkan saksi fakta dari salah seorang pegawai pembuat kontrak yakni Yohannes Yoso Nikodemus. Ia menuturkan rancangan perjanjian perdamaian telah diketahui dan disetujui oleh kedua belah pihak tanpa adanya tekanan apa pun. "Klausul perjanjian perdamaian telah dibahas dalam risalah rapat pada 3 Juni 2014," ujar Yohannes di dalam persidangan. Ia mengungkapkan bahwa perjanjian perdamaian yang disetujui dalam rapat telah diberikan kepada pihak penggugat pada 5 Juni 2014 sehingga penggugat diberikan waktu untuk mempelajari klausul tersebut kembali. Yohannes mengatakan perjanjian perdamaian tersebut lebih ringan dari tuntutan awal yakni memasukkan penggugat dalam daftar hitam selamanya dan dituntut untuk mengganti kerugian sebesar Rp 11 triliun. Perkara No 369/PDT.G/2014/PN/Jkt.Pst ini akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi ahli dari pihak tergugat pada 21 April 2015. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News