Luhut mengungkap kronologi kematian Santoso



JAKARTA. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, keberhasilan menumpas Santoso merupakan hasil kerja sama Polri dan TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas Operasi Tinombala.

Menurut Luhut, operasi yang sudah dilakukan sejak awal tahun ini berjalan cukup baik. Teknologi yang digunakan dalam operasi pun sudah mengalami peningkatan kemampuan.

Ia pun mengakui, meski dalam upaya penanganan terorisme Polri memegang komando, TNI juga memiliki peran yang sama besar dengan Polri.


"Operasi ini sudah dilakukan sejak awal tahun ini, dengan polisi di depan dan militer membantu. Tetapi, seiring perjalanan waktu, TNI juga di depan," ujar Luhut saat berbincang dengan wartawan di ruang Nakula, kantor Kemenko Polhukam, Rabu (20/7).

"Operasi ini berjalan cukup baik. Kami sudah menggunakan teknologi canggih untuk memantau," kata dia.

Dalam forum pertemuan dengan wartawan tersebut, Luhut juga memaparkan runutan peristiwa yang menyebabkan adanya kontak senjata antara Tim Raider TNI dengan beberapa orang tak dikenal hingga menyebabkan kematian Santoso.

Dia menceritakan, pada 13 Juli 2016 wakil Komandan Satgas Tinombala Sektor 1/PPU AKBP J Hutagaol bersama lima anggota Raider TNI, dua anggota Brimob Polri dan seorang anggota Marinir diperintahkan melakukan pengejaran dengan pola penyergapan di daerah Kuala Tambarana.

Saat seorang anggota Raider TNI melaksanakan patroli, mereka menemukan jejak kaki dari arah barat ke utara.

Berdasarkan pemantauan, tim menemukan dua orang tidak dikenal (OTK) di sebuah gubuk dan tiga OTK sedang menyeberangi sungai Tambarana.

Sekitar pukul 17.00-17.30 Wita, anggota melaporkan kepada komandan Tim Raider atas temuan tersebut. Kemudian, komandan memerintahkan untuk mendekati posisi sasaran dan melakukan penyergapan.

Kontak senjata terjadi sekitar 30 menit dengan lima OTK.

Pukul 18.00 Wita, pasca-kontak senjata dan penyisiran di TKP, Tim Raider TNI melaporkan dua korban meninggal dunia, yang diduga Santoso dan Muchtar.

Sementara itu, tiga OTK melarikan diri yang terdiri dari dua perempuan dan seorang laki-laki. OTK perempuan yang lari sempat terlihat membawa senjata api.

Pada 18 Juli 2016 pukul 20.00 Wita, Posko Sektor 1/PPU menggerakkan tim lain untuk membantu evakuasi OTK yang meninggal dunia.

Pada 19 juli 2016 pukul 12.10 Wita, Kepala Operasi Tinombala AKBP Leo Bona melakukan evakuasi via udara dengan helikopter.

Helikopter tersebut menuju RS Bhayangkara Palu untuk proses identifikasi.

Pukul 13.30 Wita, berdasarkan hasil pemeriksaan, dipastikan dua jenazah adalah pimpinan Mujahidin Indonesia Timur, yakni Santoso alias Abu Wardah, dan satu orang pengikutnya bernama Mukhtar alias Kahar.

Dalam operasi tersebut, Tim Satgas berhasil mengamankan barang bukti berupa sepucuk senjata api jenis M-16, tiga magasin M16, satu telepon seluler, dan beberapa flash disk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie