Luhut Panjaitan minta Jokowi stop impor garam



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan sudah mengajukan usul kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menstop impor garam.

Pasalnya, impor garam yang dilakukan menekan harga garam di Indonesia.

"Saya pikir impor membuat harga garam turun, apalagi impor pada waktu panen," ujar Luhut, Selasa (23/7).


Baca Juga: Jokowi sebut rapat soal sampah sudah dilakukan enam kali, tetapi tak ada progres

Menurut Luhut, di 2021 nanti, garam produksi di dalam negeri pun sudah bisa memenuhi kebutuhan industri karena adanya lahan tambak garam seluas 5.270 hektar di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

"Kita dapat 5.270 ha di Kupang, produksi garam industri kita tambah 800.000 ton di 2021. Jadi tidak usaha impor lagi," tambahnya.

Baca Juga: PT Garam butuh tambahan gudang untuk menyerap garam petani

Menurut Luhut, impor garam juga tidak perlu dilakukan karena hanya memperlebar current account deficit alias defisit transaksi berjalan . Menurutnya, bila kebutuhan industri bisa dipenuhi dari dalam negeri maka akan bisa memperbaiki CAD.

Sementara itu, berdasarkan Kontan sebelumnya, harga garam di Madura saat ini berkisar Rp 600 per kg untuk garam kualitas I, Rp 500 per kg untuk garam kualitas II, dan garam kualitas III dihargai Rp 300 - Rp 400 per kg.

Baca Juga: Sukses menangkap kapal buron interpol, Susi berseru pada negara seluruh dunia

Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) Jakfar Sodikin menilai, rendahnya harga garam di tingkat petani disebabkan stok garam yang sangat besar saat ini.

Dia mengatakan, impor tahun lalu yang sebesar 3,7 juta ton ditambah produksi garam rakyat yang sebesar 2,7 juta ton. Padahal, konsumsi garam sebesar 4,4 juta ton.

Baca Juga: Kemenko Maritim sebut rendahnya kualitas garam jadi penyebab anjloknya harga

Jakfar mengatakan, stok garam tahun lalu dibawa hingga tahun ini sebear 2 juta ton, ditambah produksi garam sebesar 2,3 juta ton, dan impor sebesar 2,7 juta ton.

"Berarti ada stok 7 juta ton, sementara konsumsinya tidak sebesar itu. Kalau ada kenaikan konsumsi saja, menjadi 4,7 juta ton, konsumsinya masih lebih kecil," tutur Jakfar, Minggu (21/7)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli