JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhur Binsar Panjaitan menganggap positif terhadap utang negara. Khususnya, utang yang bisa menghasilkan hal-hal produktif. Luhut berpandangan, diperlukan untuk memaksimalkan kegiatan investasi di Tanah Air. Sekadar catatan, total utang pemerintah mencapai Rp 3.667,41 triliun per April 2017 lalu. Jumlah tersebut terdiri dari utang terdiri dari Rp 2.014,03 triliun dalam denominasi rupiah dan Rp 766,58 triliun sisanya dalam denominasi valas. "Saya ini kan pedagang, kalau saya pinjam uang, uang itu jadi produktif, nah proyek itu yang bayar utang itu. Apa masalahnya?" ujar Luhur usai rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Senin (10/7). Menurut Luhut, utang negara yang saat ini jumlahnya cukup besar, juga akan tergantikan dengan investasi yang besar. Misalnya, China berinvestasi di Indonesia sebesar US$ 10 miliar dengan membangun smelter. Dengan demikian, Indonesia telah memproduksi nikel ore hingga menjadi stainless steel di Morowali, Sulawesi Tengah. Dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (RAPBN-P) 2017, pemerintah menaikkan target defisit anggaran menjadi 2,92% dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang menyebabkan utang naik Rp 76,6 triliun menjadi Rp 461,3 triliun. Walaupun pemerintah juga menghitung adanya dana yang tidak terserap secara alamiah yang menyebabkan defisit anggaran melebar hanya ke 2,67% dari PDB. Pembiayaan melalui utang tersebut terdiri atas penerbitan surat berharga negara (SBN) neto Rp 467,3 triliun dan pinjaman neto Rp 6 triliun. Target penerbitan SBN tersebut mengalami kenaikan Rp 67,3 triliun dari yang sudah ditetapkan dalam APBN 2017. Sementara pinjaman, berkurang Rp 9,3 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Luhut: utang jadi produktif, apa masalahnya?
JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhur Binsar Panjaitan menganggap positif terhadap utang negara. Khususnya, utang yang bisa menghasilkan hal-hal produktif. Luhut berpandangan, diperlukan untuk memaksimalkan kegiatan investasi di Tanah Air. Sekadar catatan, total utang pemerintah mencapai Rp 3.667,41 triliun per April 2017 lalu. Jumlah tersebut terdiri dari utang terdiri dari Rp 2.014,03 triliun dalam denominasi rupiah dan Rp 766,58 triliun sisanya dalam denominasi valas. "Saya ini kan pedagang, kalau saya pinjam uang, uang itu jadi produktif, nah proyek itu yang bayar utang itu. Apa masalahnya?" ujar Luhur usai rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Senin (10/7). Menurut Luhut, utang negara yang saat ini jumlahnya cukup besar, juga akan tergantikan dengan investasi yang besar. Misalnya, China berinvestasi di Indonesia sebesar US$ 10 miliar dengan membangun smelter. Dengan demikian, Indonesia telah memproduksi nikel ore hingga menjadi stainless steel di Morowali, Sulawesi Tengah. Dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (RAPBN-P) 2017, pemerintah menaikkan target defisit anggaran menjadi 2,92% dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang menyebabkan utang naik Rp 76,6 triliun menjadi Rp 461,3 triliun. Walaupun pemerintah juga menghitung adanya dana yang tidak terserap secara alamiah yang menyebabkan defisit anggaran melebar hanya ke 2,67% dari PDB. Pembiayaan melalui utang tersebut terdiri atas penerbitan surat berharga negara (SBN) neto Rp 467,3 triliun dan pinjaman neto Rp 6 triliun. Target penerbitan SBN tersebut mengalami kenaikan Rp 67,3 triliun dari yang sudah ditetapkan dalam APBN 2017. Sementara pinjaman, berkurang Rp 9,3 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News