MA: Palyja dan Aetra Air telah merugikan Jakarta



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Agung (MA) menyatakan, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta telah merugikan Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan masyarakat DKI Jakarta terkait swastanisasi air di Ibu Kota.

Hal itu tertuang dalam putusan Kasasi MA yang dikutip KONTAN, Rabu (11/10). Kasasi yang diajukan oleh masyarakat Jakarta yang bergabung Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KKMMSAJ) itu akhirnya diterima oleh MA pada April lalu.

Bertindak sebagai ketua majelis Nurul Elmiah mennyatakan, para tergugat (Aertra dan PAM) telah melakukan perbuatan melawan hukum Sebab, menyerahkan kewenangan pengelolaan air Jakarta kepada pihak swasta dalam wujud Pembuatan Perjanjian Kerjasama (PKS) tertanggal 6 Juni 1997 yang diperbaharui dengan Perjanjian Kerjasama (PKS) tanggal 22 Oktober 2001 yang tetap berlaku dan dijalankan hingga saat ini.


Dalam pertimbangannya, terdapat bukti dan fakta hukum ternyata perjanjian kerjasama swastanisasi air Jakarta telah melanggar Perda No. 13/1992. Bahkan Nurul menilai, perjanjian kerjasama tersebut membuat pelayanan dan engelolaan air bersih dan air minum warga Jakarta tidak meningkat dari segi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.

Atas hal tersebut pun membuat PAM Jaya kehilangan kewenangan pengelolaan air minum karena dialihkan kepada swasta. Adapun hal tersebut menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan sekaligus menganulir putusan Pengadilan Tinggi.

Nurul juga menyampaikan, majelis hakim pada Pengadilan Tinggi telah salah dalam menerapkan hukum dalam menilai kedudukan hukum para pemohon kasasi. "Mengadili, mengabulkan gugatan Para Penggugat sebagian, dan menyatakan Para Tergugat lalai dalam memberikan pemenuhan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia atas air terhadap warga negaranya, khususnya masyarakat DKI Jakarta," tulisnya dalam amar putusan.

Atas putusan tersebut majelis hakim MA memerintahkan para tergugat, menghentikan kebijakan swastanisasi air minum di Provinsi DKI dan megembalikan pengelolaan air minum di Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1992 dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sehingga dapat melaksanakan Pengelolaan Air Minum di Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai hak asasi atas air sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 dan 12 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi melalui Undang Undang Nomor 11 Tahun 2005 juncto Komentar Umum Nomor 15 Tahun 2002 Hak Atas Air Komite Persatuan Bangsa-Bangsa Untuk Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Sekadar mengingatkan perkara ini bermula pada 24 Maret 2015 lalu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Air antara PAM Jaya dengan PT PAM Lyonnaise Jaya dan PT Aetra Air Jakarta yang dibuat pada tahun 1997 dinyatakan batal demi hukum.

Ketua majelis hakim saat itu Lim Nurohim menilai perjanjian kerjasama tersebut telah melanggar Perda DKI Jakarta No 13 Tahun 1992 tentang Perusahaan Derah Air Minum DKI Jakarta karena telah melalaikan kewajiban pemenuhan hak air minum bagi masyarakat Jakarta.

Sayangnya, putusan itu sempat dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan alasan surat kuasa warga negara yang diajukan KKMMSAJ tidak memenuhi karakteristik gugatan warga negara. Hal itu lah yang membuat masyarakat yang diwakili LBH Jakarta mengajukan kasasi b

Adapun, masyarakat menilai kerjasama ini telah merugikan PAM Jaya dan negara. Berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan PAM Jaya dari diprediksi akan mengalami kerugian sebesar Rp 18 trilun jika perjanjian tetap dilaksanakan.

Kerugian ini disebabkan adanya pengalihan aset PAM Jaya, pengadaan aset dan penjualan aset yang tidak dibukukan. Hal inilah yang menyebabkan harga air di Jakarta menjadi tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia