MA tepis anggapan soal pengurangan hukuman koruptor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Agung (MA) menepis anggapan soal adanya pengurangan hukuman bagi koruptor. Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah, majelis hakim dalam setiap tingkatan telah mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh putusannya.

Ia menyebutkan, pengadilan negeri berdasarkan judex facti. Hakim mengadili berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan.

"Proses persidangan langsung datanya primer sehingga semua responden atau dalam hal ini alat bukti harus ditunjukkan di persidangan," ujar Abdullah di Kantor MA, Selasa (17/12).


Ia menyebutkan, pada pengadilan tingkat banding masih disebut judex facti karena dasarnya adalah fakta. Sedangkan MA memutus perkara berdasarkan judex juris yakni tidak melihat fakta, melainkan penerapan hukumnya saja.

Baca Juga: MA akan buat aturan perlindungan hakim

"Fakta ini gak disentuh lagi. Karena ini kewenangan judex yuris. Kalau kewenangan MA pasalnya yang diterapkan udah bener pasti akan sama. Tapi kalau pasalnya yang terbukti menurut penerapan hukum di kasasi beda maka akan terjadi dasar-dasar hukumnya yaitu pasal yang terbukti baru itu terjadi perbedaan. Nah perbedaan inilah yang dinilai terdapat disparitas. Seolah-olah yang pertama adalah tinggi kemudian dikurangi rendah," jelas dia.

Seperti diketahui, terdapat sejumlah kasasi yang meringankan koruptor pasca Hakim Agung Artidjo Alkostar pensiun. Antara lain, Lucas (pengacara) karena menghalang-halangi KPK dalam menyelidiki kasus dagang perkara di MA, di mana sebelumnya mendapat hukuman 5 tahun penjara, kasasinya diterima MA dan hukumannya diterima menjadi 3 tahun penjara.

Kemudian, ada nama Syafruddin Arsyad Tumenggung dalam kasus penerbitan SKL BLBI yang diputus lepas oleh MA. Ada juga Idrus Marham dalam kasus korupsi PLTU Riau 1 di mana hukuman sebelumnya 5 tahun penjara menjadi 2 tahun penjara.

Baca Juga: Penetapan tersangka eks Sekretaris MA Nurhadi dan kasus yang melilitnya

Kemudian Nur Alam, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, dalam kasus penerbitan surat izin usaha pertambangan, di mana sebelumnya mendapat hukuman 15 tahun penjara menjadi 12 tahun penjara.

Tidak hanya itu, sejumlah peninjauan kembali (PK) koruptor juga menjadi ringan pasca Hakim Agung Artidjo Alkostar pensiun. Di antaranya, Irman Gusman, mantan Ketua DPD dalam kasus suap terkait gula impor, di mana sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara menjadi 3 tahun penjara.

Patrialis Akbar, mantan Hakim Konstitusi, dalam kasus suap uji materi UU Peternakan dimana sebelumnya divonis 8 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto