Macet parah, puluhan rumah makan di Merak tutup



BANTEN. Kepadatan truk yang sedang mengantre untuk memasuki pelabuhan Merak, Banten rupanya berimbas juga bagi para pemilik rumah makan di Jalan Cikuasa Atas, Merak. Rumah makan yang berada di pinggir jalan yang menjadi pusat penumpukan truk yang tengah mengantre masuk pelabuhan itu justru satu per satu menutup tempat usahanya lantaran sepi pembeli. Dari sekitar 50 rumah makan yang berada di sana, hanya sekitar 10 rumah makan yang masih membuka usahanya. Telah terjadi penumpukan truk sekitar 4 kilometer dari depan fly over merak hingga pintu tol. Dalam dua minggu terakhir, truk-truk yang berada di sana harus mengantre satu hingga tiga hari di jalan itu sebelum bisa memasuki pelabuhan dan naik kapal.Saefuloh, pemilik rumah makan Padang dan Sea Food, Simpang Kapau mengatakan mereka mulai menutup usahanya sejak kemacetan mulai terjadi pada bulan Desember 2010.

Awalnya diberlakukan sistem buka tutup, tapi setelah kemacetan makin parah, rumah makan tidak jadi dibuka sama sekali. "Bulan Januari, dua rumah makan saya masih sempat buka selama 12 hari, sedangkan Februari ini hanya buka seminggu," ungkap Saefuloh.Saefuloh mengatakan, para pengemudi truk tidak mampu membeli makanan di rumah makan karena bekal uang sakunya sudah habis. Maklum sebelum mengantre di jalan itu, mereka juga sudah mengalami kemacetan dan mengantre di tol Merak-Tangerang, yang kemacetannya hingga mencapai Km 91. Sementara pengunjung rumah makan selain pengemudi truk tidak ada karena bus dan kendaraan pribadi sudah tidak boleh lagi melewati jalan itu. Saefuloh mengatakan pada hari normal dari tiga rumah makan yang dimilikinya di Jalan Cikuasa Atas, dia bisa meraih omzet sebesar Rp 2,5 juta per hari. Kini hanya dengan satu rumah makan yang buka dan merupakan yang terkecil, pendapatannya sudah jauh berkurang. "Sekarang buka warung tujuannya cuma buat jaga gedung, penjualannya sehari paling cuma Rp 50.000," ungkap Saefuloh.Saefuloh juga terpaksa merumahkan para karyawannya yang sebelumnya berjumlah 20 orang kini hanya 4 orang. Lena Serlie, pemilik RM Sagalo juga omzetnya turun drastis dari sebelumnya Rp 2 juta per hari, kini hanya bisa mendapat Rp 500.000 per hari. "Karyawan saya sebelumnya 12 orang, kini hanya tinggal 3 orang," ungkap Lena.Lena mengatakan, sebagian besar pengemudi lebih memilih membeli makanan pada pedagang asongan dadakan yang harganya jauh lebih murah. Menurut Lena, lantaran tidak punya uang, ada seorang pengemudi truk yang meninggalkan jam tangannya di warung karena belum bisa membayar makanan. San Agung, karyawan dari RM Takano Juo juga merasakan dampak sepinya pengunjung rumah makan. Sejak bulan Desember 2010, karyawan di sana yang sebelumnya berjumlah 15 orang kini tinggal 5 orang. Mereka keluar kerja secara sukarela karena pendapatannya berasal dari persentase omzet yang diperoleh tidak layak. "Dulu setiap bulan bisa memperoleh Rp 400.000, sekarang dapat Rp 250.000 saja sudah bersyukur," kata San.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini