Mafia migas libatkan birokrat, politisi, pebisnis



JAKARTA. Anggota Tim Pokja Energi Rumah Transisi, Erwin Usman mengatakan, pada dasarnya mafia migas melibatkan aktor-aktor birokrasi, politikus, dan bisnis. Tiga serangkai ini, sebut Erwin, tak bisa dipisahkan. 

Dia menjelaskan, birokrasi berkepentingan untuk melanggengkan kekuasaannya di pemerintah, politikus untuk ongkos politik serta sederet kebutuhan hidup glamour mereka. Adapun kelompok bisnis, ungkap Erwin, berkepentingan untuk tetap menguasai jaringan monopoli dan sindikasi kartel dalam dunia migas. 

"Ini yang saya sebut tali-temali ekonomi politik," kata Erwin dalam diskusi bertajuk Migas untuk Rakyat, di Jakarta, Minggu (21/9). 


Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES) itu menyatakan, usaha untuk memberantas dan menihilkan mafia migas dibutuhkan tindakan komprehensif. Tindakan tersebut merupakan kombinasi antara perbaikan atau revolusi mental dan sistem secara total, serta penindakan hukum yang adil dan tak pandang bulu. 

"Tentu, memulainya dari atas, Presiden, DPR, dan menteri-menteri," ucap Erwin. 

Sebagai pengamat dia menambahkan, Jokowi-JK mestinya punya skema tegas soal pemberantasan mafia migas ini. 

Menurut dia, ada lima kunci pemberantasan mafia migas. Pertama, skema pemberantasannya mesti menihilkan mafia di hulu, lalu ke hilir. Kedua, dia mewanti-wanti, jangan sampai skema yang disusun hanya menyingkirkan mafia lama, namun lalu menumbuhkan jaringan mafia baru. 

Ketiga, dia sebut, paralel dengan kata kunci sebelumnya maka perlu secepat mungkin pemerintah membenahi sistem tatakelola migas nasional. Keempat, seluruh kontrak tambang dan migas yang telah habis masa berlakunya wajib diambil alih. 

"Adapun yang terakhir, segera fokuskan sumber daya dan sumber dana untuk bangun kilang baru," sebutnya. Minimal 2 kilang dengan kapasitas produksi masing-masing 400.000-500.000 barel per hari. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia