JAKARTA. Belum berpengalaman sebagai importir kedelai membuat Perum Bulog kesulitan untuk mencari pemasok. Buktinya: meskipun sudah mengantongi Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementrian Perdagangan (Kemdag) sejak awal September lalu, sampai saat ini Perum Bulog belum juga bisa merealisasikan impornya. Sutarto Alimoeso, Direktur Utama Perum Bulog mengatakan, pihaknya memang masih menghitung harga pembelian dan harga jualnya. "Kalau mahal (harga jualnya) ya buat apa," kata Sutarto kemarin. Sutarto menambahkan, bisa saja impor kedelai batal dilakukan karena, sifatnya bisnis. "Tetapi kita berusaha untuk penuhi," katanya. Menurut Sutarto, harga kedelai masih relatif tinggi. Pihaknya keberatan, jika harus menjual harga lebih rendah daripada harga belinya. Pembebasan bea masuk kedelai nyatanya tak cukup ampuh menekan harga.
Misal, jika harga kedelai dibanderol Rp 9.100 per kilogram (kg), penghapusan bea masuk hanya sekitar Rp 400 per kg. Padahal masih banyak biaya lain yang ditanggung oleh Bulog seperti pengapalan dan distribusi. "Sementara di tingkat perajin tempe tahu maksimum Rp 8.500 per kg," kata Sutarto. Menurut Sutarto, seharusnya pemerintah memberi subsidi resiko kepada Bulog agar bisa menjual dengan harga kedelai lebih murah. Dengan begitu, kerugian Bulog dalam menjual kedelai ditanggung oleh pemerintah. Sutarto khawatir, jika Bulog memaksakan membeli dengan harga tinggi, kedelai mereka tak laku. Sebab, pengrajin tempe tahu pasti lebih memilih kedelai dengan harga murah. "Kalau disuruh impor dengan harga berapapun, kalau tidak laku urusan Bulog. Jadi harus kita hitung," jelas dia. Stok lama harga baru Sekadar mengingatkan, pemerintah menugasi Bulog untuk menjadi stabilisator harga kedelai. Selain menampung kedelai lokal, Bulog juga diberikan izin untuk mengimpor kedelai sebanyak 100.000 ton. Para importir yang sudah diberikan izin impor wajib merealisasikan impornya minimal 80% dari kuota. Jika tidak direalisasikan, Kemdag tidak akan memberikan izin impor untuk tahun depan. "Izinnya kan masih sampai Desember," kata Sutarto. Bulog menyiapkan dana Rp 770 miliar untuk impor kedelai. Suyanto, Sekretaris Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakopti) mengatakan saat ini harga rata-rata kedelai impor sebesar Rp 8.700 per kg. Ia mengharap, Bulog mampu menjual kedelai impor di bawah harga tersebut. "Jika harga Bulog lebih mahal ya untuk apa beli dari Bulog?" kata Suyanto. Ia meminta kepada Kemdag untuk melakukan kontrol harga. Sebab, menurut Suyanto, para importir kedelai menggunakan stok lama, tetapi menjual sesuai dengan harga saat ini.
KONTAN belum berhasil mendapatkan tanggapan Kemdag atas kegagalan Bulog mengimpor kedelai ini. Kendati belum berhasil mengimpor kedelai, di pasar lokal, Sutarto bilang, Bulog akan terus menyerap kedelai petani. Saat ini, kata Sutarto, serapan Bulog untuk kedelai lokal baru 84 ton dari Aceh dan Sulawesi Selatan. "Harga di petani kita beli tidak boleh kurang dari Rp 7.400 per kg," kata Sutarto. Adapun potensi pasokan kedelai lokal mencapai 25.841 ton. Pasokan kedelai ini diperoleh dari beberapa 11 provinsi, diantaranya Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Provinsi pemasok kedelai paling banyak adalah Jawa Timur yakni sebanyak 14.000 ton dan yang kedua Jawa Tengah sebanyak 5.000 ton. n Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Fitri Arifenie