KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk tahun 2018 menjadi polemik lantaran menempatkan piutang kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) dalam kolom pendapatan. Nama Mahata lalu kemudian menjadi sorotan. Maklum, perusahaan yang baru didirikan pada tanggal 3 November 2017 dengan modal tidak lebih dari Rp 10 miliar, berani menandatangani kerja sama dengan Garuda. Dari kerja sama itu Mahata menandatangani utang sebesar US$ 239 juta kepada Garuda. Oleh Garuda hal itu dicatatkan dalam Laporan Keuangan 2018 pada kolom pendapatan yang berujung polemik.
Soal kerja sama dengan Garuda, Direktur Mahata Aero Teknologi, Thomas Widodo mengatakan pihaknya berani menandatangani kerja sama dengan Garuda dengan konsekuensi mencatat utang sebesar US$ 239 juta ke Garuda dalam periode 15 tahun ke depan. Dalam hitung-hitungan konservatif Mahata, model bisnis ini dalam 15 tahun ke depan akan menghasilkan pendapatan tidak kurang dari US$ 1,5 miliar. “Dari perhitungan konservatif, kami sebetulnya cukup pede pada angka yang di Laporan Keuangan Garuda (2018), dengan konsep-konsep yang sudah kita perhitungkan, tentu saja. Secara pembukuan accounting juga sudah diperkenankan, ” kata Thomas, dalam keterangan tertulis Rabu (8/5/2019). Kepercayaan diri Mahata, kata Thomas, bukan semata atas hitung-hitungan di atas kertas. Thomas mengaku, ada beberapa mother vessel yang siap men-support Mahata. Satu di antara mother vessel itu, kata dia, dari Uni Emirat Arab yang siap mengucurkan dana sebesar US$ 21 juta pada tahun pertama, 2019. Dana itu, papar Thomas akan dialokasikan untuk pengadaan infrastruktur digital di 10 pesawat Citilink. “Kita harus meyakinkan publik bahwa ini bisnis yang make sense dengan cara kita harus membuktikannya, karena di belakang kami ada beberapa investor besar, tapi kita gak bisa sebutkan. Seberapa yakin kita bisa make money? Cuma satu cara, prove it. Kita percaya ini bisa, walaupun kendalanya banyak,” kata dia. Thomas menjelaskan, di era digital kelancaran komunikasi adalah sebuah kebutuhan, termasuk dalam penerbangan pesawat. Saat ini komunikasi itu tidak ada, kecuali harus membayar mahal.
Dia memaparkan selama ini, Garuda mencoba meng-entertain penumpang dengan menyediakan interconectivity, entertainment system dalam penerbangan, tapi Garuda harus keluar uang untuk memasang infrastruktur di pesawat, membayar ke provider koneksi internet, dan membeli konten tayangan. Melalui kerja sama dengan Mahata, semua biaya investasi yang harusnya dikeluarkan ke Garuda diambilalih Mahata, bahkan menghasilkan pendapatan baru bagi Garuda. “Dari situ kita melihat satu peluang, dan ini sesuatu yang belum digarap. Inilah kenapa ide itu muncul. Ketika ide itu dikemukakan, orang-orang dari kalangan tradisional advertiser, entertainment, movie, kita dibilang gila. Sama seperti Gojek pertama kali diluncurkan, itu mengubah tatanan apa yang lazimnya terjadi. Jadi ini soal cara pandang, approach. Bahkan beberapa perusahaan di luar negeri kagum pada konsep ini, mereka ingin bergabung dengan Mahata,” kata Thomas. Di Eropa model bisnis ini sudah diterapkan dalam kerja sama antara IMMFLY dengan beberapa maskapai penerbangan Eropa. Begitu juga di Amerika Serikat, dilakukan oleh Hulu (anak perusahaan Amazon) dengan maskapai Jetblue.
Editor: Yudho Winarto