JAKARTA. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD buka-bukaan seputar Akil Mochtar. Meski berkawan dekat saat menjadi anggota DPR, Mahfud ternyata pernah tiga kali melaporkan Akil ke KPK. Namun laporan Akil ke KPK selalu jawabannya sama. Yakni KPK tidak menemukan bukti untuk memroses Akil. Dan setelah Mahfud lengser dari MK, Akil akhirnya tertangkap tangan menerima suap. Cerita Mahfud tersebut disampaikan secara gamblang saat berkunjung ke redaksi Tribunnnews. com di Jakarta, Rabu (4/6). Mahfud yang didampingi empat stafnya begitu santai menceriterakan perihal kenakalan Akil dan berbagai modus hakim di MK bisa mendapatkan uang suap dari pihak berperkara, khususnya sengketa Pilkada.
Mahfud menuturkan, sejak masih menjabat sebagai Ketua MK, ia pernah menerima beberapa laporan terkait aktifitas mencurigakan yang melibatkan Akil. "Pada zaman saya, saya sudah laporkan dia (Akil Mochtar) ke KPK tiga kali," ujar Mahfud yang mengenakan baju lengan panjang warna krem dan dasi abu-abu. Laporan pertama terkait penanganan sengketa Pilkada di Nusa Tenggara Timur Barat (NTTB). Saat itu tiba-tiba ada seseorang menghubungi anaknya Mahfud di Yogyakarta. Orang tak dikenal tersebut menginformasikan bahwa ada oknum dari NTTB yang membawa uang sebesar Rp 3 miliar untuk diserahkan kepada hakim konstitusi. Saat persidangan dengan agenda putusan dibuka, Mahfud kemudian menyerang orang yang membawa uang dan hakim yang diduga akan menerima uang tersebut. "Hari ini agendanya pembacaan putusan. Saya dengar ada yang membawa Rp 3 miliar untuk memenangkan sengketa Pilkada di sini (MK). Saya katakan, tidak ada gunanya uang tersebut. Saya beri kesempatan lima menit untuk skorsing agar uang itu apabila sudah diserahkan untuk dikembalikan," tegas Mahfud ketika itu. Tak hanya sampai di situ, Mahfud juga mendapatkan laporan bahwa Akil terlibat penyelundupan mobil mewah melalui Timor Leste. Seketika Mahfud melaporkan ke KPK. Ternyata saat itu KPK juga mendapatkan informasi serupa. "Saya sudah lapor ke KPK dan saya katakan kalau perlu akses saya akan fasilitasi. Tapi ternyata sampai saya berhenti jadi Ketua MK, KPK belum mendapatkan bukti apa-apa," imbuh Mahfud. Informasi yang dihimpun Mahfud ,dari 31 mobil yang sudah disita KPK dari Akil dan koleganya, terdapat mobil mewah yang diduga berasal dari selundupan tersebut. Satu lagi laporan Mahfud ke KPK yakni atas tudingan dari praktisi hukum bernama Refly Harun bahwa Akil menerima suap terkait penanganan sengketa Pilkada di Simalungun, Sumatera Utara. Ketika itu Mahfud sudah menyediakan diri untuk diperiksa KPK. Begitu pula beberapa staf MK. Dan untuk Akil Mochtar, Mahfud pun menjamin pemeriksaannya tidak perlu izin Presiden lantaran ia yang memfasilitasi supaya tudingan Refly Harun tersebut dapat diungkap kebenarannya. Dan lagi-lagi KPK ketika itu menyatakan tidak menemukan bukti. Melarang Hakim Mahfud pun bercerita bahwa di masa kepemimpinannya (2008-April 2013), ia secara tegas melarang hakim konstitusi untuk menerima siapapun tamu terkait penanganan perkara. Dan hal itu ia juga sampaikan kepada Akil. Ia mewanti-wanti agar semua informasi dan pembicaraan terkait perkara, hanya boleh disampaikan pada persidangan. Dan selebihnya haram hukumnya. Untuk mencegah hakim berkongkalingkong, Mahfud juga membuat kode etik agar hakim tidak boleh saling bertemu di ruangan kerja untuk membicarakan perkara. Mahfud bercerita, pernah ada seseorang bertamu ke ruangannya. Ternyata orang tersebut membawa surat terkait perkara. Mahfud pun lantas meminta orang tersebut keluar dan membacakannya saat persidangan terbuka. "Jadi saya tidak tahu, apakah setelah jadi ketua (MK) Pak Akil membuka pintu untuk itu, saya tidak tahu," ujar Mahfud. Ia juga menyebut, semua sangkaan KPK kepada Akil yakni Pilkada Lebak dan Gunung Mas adalah perkara setelah Mahfud keluar dari MK dan Akil menjabat Ketua MK menggantikannya.
Mengenai nama-nama orang yang diduga terlihat kasus Akil yakni Muhtar Effendi dan Susi Tur Andayani (pengacara), Mahfud mengaku tidak mengenal. Namun untuk Susi, Mahfud mengingat, dia pernah menjadi pengacara untuk Pilkada di Lampung. Namun untuk Chairunnisa, Mahfud mengaku kenal. Yakni temannya sesama anggota DPR ketika itu. "Saya memang kenal Chairunnisa makanya saya kaget betul, dia sepertinya bukan tipe seperti itu. Sedangkan Susi saya tahu setelah dia ditangkap, dia ternyata yang menangani Syahrudin di Pilkada Lampung," tegas Mahfud. Mahfud yang juga menjadi anggota Majelis Kehormatan MK mengaku kaget dengan uang miliaran rupiah dalam transaksi yang dilakukan Akil. Semua uang miliaran rupiah itu dilakukan saat Akil sudah menjabat Ketua MK. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie