JAKARTA. Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi dalam pembangunan pusat olahraga Hambalang. Dalam kesempatan itu, ia menuding Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak memahami kontrak proyek Hambalang sehingga memasukkan namanya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam hasil audit investigasi.“BPK itu kan tidak paham dengan kontrak saya. Tak ada itu mark up,” kata Machfud saat ditemui di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (22/4).Pria yang sudah berulang kali diperiksa KPK itu menegaskan tidak ada upaya mark up dalam sub kontrak yang diterima perusahaannya dari proyek Hambalang. Machfud mengatakan orang yang bergerak di dunia bisnis sepertinya tidak mungkin melakukan mark up biaya proyek. Meski banyak pihak yang mendesak agar ia ditetapkan sebagai tersangka, tapi, ia memilih menanggapinya dengan santai.“Saya nggak paham itu,” imbuhnya.Machfud kembali hadir ke kantor KPK lantaran dimintai keterangan sebagai saksi atas tersangka mantan Menpora Andi A. Mallarangeng, Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga Dedy Kusdinar dan mantan Kepala Divisi Konstruksi I dan Direktur Operasional PT Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noor.Namanya semakin ramai diperbincangkan ketika namanya tertulis sebagai rekanan yang menerima aliran uang muka proyek Hambalang dalam laporan hasil audit investigasi BPK tahap pertama. Disebutkan ia menerima uang muka sebesar Rp 63,3 miliar. Uang tersebut diberikan meskipun pekerjaan yang dilakukan sejumlah rekanan belum diverifikasi oleh pejabat yang berwenang. Selain Machfud, rekanan yang disebut menerima aliran adalah pihak PT Adhi Karya yaitu Teuku Bagus sebesar Rp 189,45 miliar. Diantara keduanya, baru Teuku yang ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak KPK.
Mahfud Suroso: BPK tak paham kontrak Hambalang
JAKARTA. Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi dalam pembangunan pusat olahraga Hambalang. Dalam kesempatan itu, ia menuding Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak memahami kontrak proyek Hambalang sehingga memasukkan namanya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam hasil audit investigasi.“BPK itu kan tidak paham dengan kontrak saya. Tak ada itu mark up,” kata Machfud saat ditemui di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (22/4).Pria yang sudah berulang kali diperiksa KPK itu menegaskan tidak ada upaya mark up dalam sub kontrak yang diterima perusahaannya dari proyek Hambalang. Machfud mengatakan orang yang bergerak di dunia bisnis sepertinya tidak mungkin melakukan mark up biaya proyek. Meski banyak pihak yang mendesak agar ia ditetapkan sebagai tersangka, tapi, ia memilih menanggapinya dengan santai.“Saya nggak paham itu,” imbuhnya.Machfud kembali hadir ke kantor KPK lantaran dimintai keterangan sebagai saksi atas tersangka mantan Menpora Andi A. Mallarangeng, Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga Dedy Kusdinar dan mantan Kepala Divisi Konstruksi I dan Direktur Operasional PT Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noor.Namanya semakin ramai diperbincangkan ketika namanya tertulis sebagai rekanan yang menerima aliran uang muka proyek Hambalang dalam laporan hasil audit investigasi BPK tahap pertama. Disebutkan ia menerima uang muka sebesar Rp 63,3 miliar. Uang tersebut diberikan meskipun pekerjaan yang dilakukan sejumlah rekanan belum diverifikasi oleh pejabat yang berwenang. Selain Machfud, rekanan yang disebut menerima aliran adalah pihak PT Adhi Karya yaitu Teuku Bagus sebesar Rp 189,45 miliar. Diantara keduanya, baru Teuku yang ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak KPK.